Hingga 1898, Baru 298 Orang Papua Yang Kristen

Kamma_kaart[Jayapura –elsaonline.com] 5 Februari 1855, Penginjil asal Jerman, Carl W. Ottow dan Johann Gottlob Geissler, menginjakkan kaki di Pulau Mansinam, Manokwari, Papua. Mereka berdua diutus oleh Utrechts Zendings Vereniging (UZV). Lembaga penginjil Belanda dimana di dalamnya bergabung beberapa pendeta filantropis seperti O.G. Heldring dan Nicolas Beerts. Selain mereka, nama Johannes Gossner (1773-1858) juga penting untuk dicatat dalam sejarah Pekabaran Injil di Papua.

Gossner mengenalkan konsep zendeling-Pekerja. Pria dan Wanita Eropa sederhana datang menetap di antara penduduk. Mereka harus berpartisipasi dalam pekerjaan penduduk dan dari situ, mereka harus mencoba membangun posisi kepercayaan di tengah masyarakat sekitarnya. Di kalangan rakyat biasa di Eropa mungkin konsep ini kurang cocok. Tapi di Papua, model ini butuh penyesuaian yang tidak sebentar.

Mereka yang diutus UZV itu, mendapatkan pendidikan khusus. Lalu di abad 19 beberapa penginjil kembali dikirim antara lain ayah dan anak, J.L. dan F.J.F. Van Hasselt. Mereka bekerja di wilayah ini selama enam tahun berturut-turut 1863-1931.

Namun, Pekabaran Injil yang mereka lakukan di Pulau Mansinam bergerak dengan sangat lamban. Sebabnya antara lain karena penyesuaian diri yang tak sepenuhnya berhasil. Selain itu wabah cacar yang menggurita juga ditengara sebagai salah satu alasan. Dan jangan dilupakan, bahwa persoalan jarak yang cukup jauh juga menyulitkan para zendeling awal ini menyebarkan Kristen.

“Hingga tahun 1898, ketika pemerintah menetap di Manokwari jumlah umat Kristen Papua, baru berjumlah 298 penduduk,” tulis P.J. Drooglever dalam Tindakan Pilihan Bebas.

Setelah pemerintah Belanda menetap dengan baik di Manokwari, pekerjaan zending baru bisa berjalan baik. Awal abad 20, mereka mulai menegepakan sayapnya seperti pantai Wondamen, pulau-pulau di teluk Geelvink (Biak dan Yapen), Hollandia dan teluk ManCluer. “Daerah Windesi di leher Kepala Burung berkembang menjadi pusat zending yang sangat penting,” tambah Drooglever.

Baca Juga  Ulil: Kefaqihan Kiai Sahal Belum Tergantikan

Tak heran jika umat Kristen mengalami kenaikan signifikan pada 1938, yakni sejumlah 60.000 dan bertambah menjadi 130.000 pada 1942.

Perkembangan yang sangat pesat ini salah satunya dilatari oleh kemampuan para zending dalam melakukan perawatan medis. Kata Drooglever kemampuan mereka melakukan kampanye imunisasi melawan epidemi cacar memberikan kesan yang mendalam bagi masyarakat setempat. [elsa-ol/TKh-@tedikholiludin]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Memahami Dinamika Konflik melalui Segitga Galtung: Kontradiksi, Sikap dan Perilaku

Oleh: Tedi Kholiludin Johan Galtung dikenal sebagai pemikir yang karyanya...

Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2024

ELSA berusaha untuk konsisten berbagi informasi kepada public tentang...

Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2023

Laporan tahunan kehidupan keagamaan di Jawa Tengah tahun 2023...

Nahdlatul Arabiyyah Semarang: Jejak Keturunan Arab yang Terlupakan

Oleh: Tedi Kholiludin Pertumbuhan organisasi keturunan Arab di Hindia Belanda...

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

2 KOMENTAR

  1. Tlng disebutkn data thn brp penginjil yg dr sangir itu bertugas di mansinam,trmksh

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini