[Semarang –elsaonline.com] Demi membangkitkan semangat perdamaian, Paguyuban Generasi Lintas Iman (PANGLIMA) Kota Semarang menggelar ‘Selebrasi for Refleksi Sumpah Pemuda’ di Balaikota Semarang, Selasa (28/10). Acara yang dikemas dalam ‘Gebyar PANGLIMA’ menyuguhkan berbagai aksi budaya lintas iman dan edukasi harmoni keberagaman. Diawali tarian sufi khas Timur Tengah, disusul atraksi silat wushu khas Tionghoa, tari janger khas Pulau Dewata, atraksi Barongsai dan ditutup tari Suku Dayak Kalimantan, peserta dibuat decak kagum.
Sementara dalam edukasi harmoni ‘Mengelola Kebhinekaan Untuk Indonesia Bermartabat’ hadir sebagai pembicara Wakil Ketua FKUB Jawa Tengah, Romo Aloys Budi Purnomo, Pengurus Kopi Semawis, Harjanto Halim dan penyair Timur Sinar Suprabana.
Dalam kesempatan itu, Romo Aloys Budi, menceritakan aktivitas blusukannya keberbagai kalangan. Ia mengisahkan mulai dari umat hingga pejabat, dari kyai dan pedanda hingga bhante dan wenshe, semua ia sambangi dan datangi. Bahkan pria kelahiran Wonogiri ini mengaku pernah menyambangi Pondok Pesantren Ngruki, Sukoharjo, meski semua orang mencibir. “Percuma, Romo. Buat apa? Tidak ada gunanya karena doktrin mereka terlalu fanatik,” ungkap dia menirukan beberapa sahabat karib saat dimintai pendapatnya.
Kendati demikian, Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang ini tetap bergeming. Ia tetap beranjangsana dengan berbekal niat tulus ‘nguwongke wong’. Saat bertemu dan berkenalan dengan beberapa orang di Ponpes, pihaknya merasakan rahmatan lil ‘alamin. “Ternyata, semakin banyak bersua dengan berbagai kalangan lintas iman, etnis dan budaya, semakin meneguhkan iman saya sebagai orang Katholik. Makanya, kita harus menjadi umat beragama yang baik dan warga negara yang baik,” tuturnya.
Sementara Harjanto Halim, mengungkapkan, dari sumpah pemuda hingga Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, ada rentang waktu 17 tahun. Ia menerangkan, dari Proklamasi hingga hari ini, ada rentang waktu 69 tahu. “Semua itu harus diisi dengan kerja. Karena di balik sumpah atau janji, ada kerja yang menanti,” bebernya.
Adapun bagi Timur Sinar Suprabana, Kota Semarang telah tuntas mempraktekkan rasa kebhinekaan. Karena itu, lanjut dia, apa yang telah dilakukan dan dicapai Kota Semarang dapat menjadi panutan bagi kota-kota lain. “Makanya, di Semarang tak ada masalah antar umat beragama,” kata pria berambut putih ini.
Diakhir acara, elemen yang melibatkan pemuda lintas agama ini kemudian melakukan aksi long march menuju Bundaran Tugu Muda. Setelah melakukan deklarasi Sumpah Pemuda peserta melepas balon perdamaian bersama-sama. “Maknanya adalah ya untuk melepas segala kesalahan dan saling memaafkan. Karena itu, balon ini sebagai tanda syukur dan permohonan,” tandas salah satu peserta, Rahayu. [elsa-ol/Munif-MunifBams]