Meningkatnya Kemarahan Publik Terhadap Pemerintah Israel: “Ini Masalah Kemanusiaan”

[Gaza, Palestina -elsaonline.com] Kemarahan publik terhadap pemerintah Israel semakin meningkat dalam beberapa minggu terakhir sebagai respons terhadap kekerasan dan ketegangan di wilayah Palestina. Banyak pihak menilai bahwa konflik ini seharusnya lebih dipahami sebagai masalah kemanusiaan daripada sekadar konflik agama.

Lantaran serangan-serangan yang dilancarkan oleh Israel juga mengarah kepada masyarakat sipil, fasilitas publik, dan tempat ibadah, termasuk gereja. Pope Fransiskus di lapangan Santo Petrus (22/10/2023) mengatakan kepada kerumunan bahwa ia sangat sedih d dengan kejadian di Gaza terutama yang menimpa rumah sakit Anglikan dan gereja Ortodox Yunani yang dibom.

“Saudara, berhenti” ujarnya atas perang yang terjadi di Israel-Gaza.

Dilansir oleh Aljazeera, demonstrasi besar-besaran telah terjadi di banyak kota di seluruh dunia. Begitu juga kota-kota besar di dunia seperti Washington DC, London, Paris, Berlin, Milan dan Dhaka. Setidaknya terdapat sepuluh ribu masa Pro-Palestina dalam demonstrasi tersebut yang menuntut gencatatan senjata secepatnya.

Respon tersebut dipicu karena konflik yang tak kunjung mereda. Dan jumlah korban meninggal yang terus meningkat dan sejauh ini (5/11/2023) tercatat mencapai setidaknya 9.488 orang Palestina, sejak kampanye Israel untuk menghabisi Hamas, menurut para pejabat Palestina yang dilansir oleh Aljazeera.

Konflik Israel-Gaza, Holocaust Bangsa Palestina
Konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina menciptakan rangkaian penderitaan yang panjang di wilayah tersebut. Serangan dan ancaman yang mengarah pada kejahatan kemanusiaan juga telah terjadi.

Dilansir dari Huffpost, Presiden Israel menyarankan warga sipil Gaza sah menjadi target sasaran. Hal itu ia ungkapkan dalam konferensi pers Jumat (13/10/2023), bahwa seluruh warga Gaza bertanggung jawab.

“Tidak benar tentang retorika yang bilang bahwa warga sipil tidak sadar, tidak terlibat. Itu sama sekali tidak benar. Mereka bisa saja bangkit. Mereka bisa saja melawan dan mengambil alih Gaza” ujar Herzog.

Baca Juga  Temu Kangen Komunitas Pondok Damai

Israel juga memutus aliran listrik dan air di Gaza. Sehingga satu-satunya generator pembangkit listrik kehabisan bahan bakar pada 11 Oktober serta mengganggu fasilitas kesehatan di rumah sakit.

Komentar dari Menteri Pertahanan Israel pada 9 Oktober, menyatakan bahwa itu tindakan yang sesuai untuk mereka yang kami perangi sebagai manusia hewan. Dan disusul dengan komentar lain yang tidak berperikemanusiaan dari salah seorang Mayor Jendraal IDF.

“Hewan manusia harus diperlakukan seperti itu, tidak akan ada listrik dan air di Gaza. Hanya akan ada kehancuran. Anda menginginkan neraka, maka anda akan mendapatkan neraka” ujarnya.

Sejauh ini Israel masih memblokade satu-satunya jalur penyebrangan, yakni di Mesir. Dan menyulitkan warga sipil untuk dievakuasi dan sulitnya bantuan masuk. Karena Israel mengebomnya berulang kali sejak awal perang.

Kendati demikian seiring meningkatnya kecaman masyarakat internasional, dari para pemimpin dunia, dan organisasi kemanusiaan, menyerukan agar bantuan kemanusiaan diberi akses masuk ke Gaza.

Konflik Multireligi
Konflik antara Israel dan Gaza, yang telah berlangsung selama beberapa minggu terakhir, menunjukkan berbagai aspek dan dimensi, termasuk dimensi multireligi. Wilayah tersebut adalah rumah bagi beragam kelompok agama, dan faktor keagamaan dapat memainkan peran penting dalam dinamika konflik ini.

Dengan terjadinya pengeboman terhadap fasilitas publik seperti rumah sakit dan gereja, menarik perhatian publik meningkat terhadap konflik ini.

Dilansir oleh Vatican News, Joseph Hazboun, Direktur Misi Kepausan untuk Palestina, menyesalkan atas kerusakan yang dilakukan Israel di Palestina dan menyoroti keadaan para pengungsi Kristen.

“Kami langsung menerima dua telepon dari gereja yang meminta bantuan makanan dan air untuk para pengungsi. Dan kami setuju, segera melaporkan kepada kantor pusat kami di New York yang kemudian menyediakan dana untuk makanan, obat-obatan, beserta pakaian” ujar Joseph.

Baca Juga  Penganut Samin: Rayakan HUT RI Dengan Wujudkan Keadilan

Selain itu dukungan kepada Palestina juga muncul dari kalangan Yahudi. Hal ini terjadi di Washingtong DC (19/10/2023). Meskipun demikian tidak seluruhnya Yahudi di Washington mendukung Palestina. Karena sebagian di antaranya menolak gerakan tersebut dan menyebut tindakan itu tidak mewakili sesama Yahudi.

Naomi Klein, penulis dan aktivis sosial mengatakan kepada para pengunjuk rasa di National Mall, Washington, tentang perilaku Israel yang memanipulasi dan memanfaatkan rasa ketakutan Yahudi akan Genosida.

“Israel mencoba melakukan genosida dengan memanfaatkan ketakutan orang Yahudi akan terjadinya genosida kepadanya” ia juga menambahkan “kami tidak akan membiarkan mereka memanipulasi kami akan antsemitisme dengan cara ini”. (Muhamad Rizaldi)

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini