100% … 100% Indonesia

[Semarang – elsaonline.com] Dalam memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) RI yang ke 67, Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) Keuskupan Agung Semarang bekerja sama dengan Paroki Kebon Dalem menggelar angkringan glenak-glenik dengan tema “100%… 100% Indonesia,” Senin, (27/8). Angkringan glenak glenik merupakan acara rutinan dan  acara ini sebutan untuk diskusi santai yang membahas mengenai perdamaian antar agama.

Acara ini berlangsung di Gereja Katolik di daerah Gang Pinggir, Kebon Dalem, Kota Semarang.   Mengenai Pengambilan tema diatas bukan tanpa alasan, tapi tema diatas terinspirasi dari perkataan tokoh nasional Soegijapranata yang pernah mengatakan 100% Katolik 100% Indonesia. Kenapa dalam tema malam ini kata awal menjadi 100% ………, karena titik-titik bisa diisi dengan banyak agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Jika titik-titik yang ada diisi dengan agama dan keyakinan masing-masing maka diharapkan akan terjalin perdamaian.

“Kita ambil tema malam ini 100%……. 100%Indonesiaterinspirasi dari perkataan tokoh nasional, Soegijapranata. Kenapa kita ganti menjadi 100% …….., padahal yang aslinya 100% Katolik, karena dalam titik-titik itu bisa kita isi dengan agama dan kepercayaan selain Katolik. Dari itu diharapkan menjadi simbol perdamaian antar agama dan kepercayaan” papar Romo Aloys Budi Purnomo, ketua HAK Keuskupan Agung Semarang. Hadir sebagai narasumber Theodorus Sudimin yang merupakan wakil dekan bidang akademik bidang ekonomi dan bisnis UNIKA Soegijapranata Semarang.

Theo, dalam kesempatan itu menjelaskan mengenaiKekatolikan,Indonesiadan Tanah AirIndonesia. WargaIndonesia, khususnya orang Katolik harus bisa memahami dan mengetahu keadaan semua yang ada di negara ini. Jika sudah memahami maka kader bangsa ini pasti akan menghormati dan mencintai negara ini. Theo juga mengatakan untuk mencintai tanah air ini banyak cara yang bisa ditempuh. Salah satunya bisa juga dengan cara Ring of Fire yang diundang pada Jum’at (24) dalam acara Kick Andy yang berusaha memahamiIndonesiadengan menjelajahi seluruh penjuru Indonesia.

Baca Juga  60 Persen dari 112 Siswa Haramkan Selamat Natal

Dari penjelajahan ini kemudian TIM yang ada di Ring of Fire tersebut bisa mengenal kekurangan-kekurangan sekaligus kelebihan-kelebihan bangsa ini yang kemudian bisa membangun rasa cinta tanah air. “Untuk bisa memahami dan mencintai bangsa ini, warga negara yang baik harus paham apa kekurangan-kekurangan sekaligus kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Indonesia. Apa yang dilakukan oleh tim Ring of Fire salah satu jalan untuk memahami problem bangsa ini. Namun kita juga bisa memahami sisi-sisiIndonesia dengan mengenal lebih dalam lagi agama-agama kita dan juga tokoh kebangsaan seperti Soegijapranata” jelas Theo.

Soegijapranata memang seorang yang religius, namun dalam hal ini ia sangat gigih memperjuangkan bangsaIndonesia. Soegija pada masa itu sangat gencar mendengung-dengungkan kebangsaan dan rasa nasionalisme. Bahkan sejak dulu Soegija banyak mengkritik bangsa ini yang banyak melakukan korupsi. Dalam pandangan Soegija, korupsi memang penyakit bangsa ini yang menggrogoti dari dalam. “Masalah korupsi memang sejak dulu sudah menjamur dan menjadi penyakit yang akut diIndonesia. Soegija sudah berbicara dan mengkritik birokrasi sejak masa itu” lanjut Theo.

Penyakit yang terus menggrogoti bangsa ini, menurut Soegija bukan hanya masalah korupsi yang akut, tapi keberagaman paham (isme) yang ada diIndonesiabisa juga menjadi faktor perpecahan antar bangsa ini. Dari itu Soegija mencoba menghilangkan paham-paham jika berbicara masalah nasionalisme kebangsaan. “Soegija dalam masalah nasionalisme kebangsaan justru menentang paham-paham misalkan seperti chauvinisme, absolutisme, fanatisme dlsb” tambah Theo.

Setelah selesai acara angkringan kemudian dilanjutkan dengan sharing keadaan perdamaian terkini diIndonesia, khususnya, Jawa Tengah. Tedi Kholiludin, yang mewakili Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) memaparkan kondisi terbaru mengenai keberagaman di Jawa Tengah. Selain mencatat konflik agama, Tedi juga menjelaskan kemajuan-kemajuan yang ada di Jawa Tengah. Salah satunya yang ada di SD Sumogawe, Salatiga yang mempunyai 3 tempat ibadah. “Salah satu kemajuan yang ada di Jawa Tengah adalah di SD Sumogawe, Salatiga yang mempunyai 3 tempat ibadah untuk para siswanya,” pungkas Tedi.  (Ceprudin/elsa-ol)

Baca Juga  Lazim, Pesan Simbolik dalam Agama
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini