[Semarang – elsaonline.com] Untuk mentradisikan semangat intelektualitas berbasis khasanah Islam klasik, Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA), Semarang, memanfaatkan momentum bulan Ramadhan dengan mengagendakan tadarus kitab karangan al-Ghozali “Faisholut Tafriqoh, Bainal Islam waz Zandaqoh”. Rencananya kitab ini akan dikaji satu minggu sekali selama bulan Ramadhan. Tadarus ini diikuti oleh aktifis-aktifis kajian di Semarang. Meskipun tidak begitu banyak yang mengikuti tadarus ilmiah ini tapi diskusi berlangsung dengan serius.
Tadarus yang dimulai ba’da tarawih ini selesai hingga jam 2 menjelang makan sahur. Khoirul Anwar, staf divisi kajian eLSA didaulat sebagai pembaca kitab. Tidak tampak lelah ketika bersenggama dengan kitab kuning yang selalu ia baca dalam keseharianya. Sabtu (28/7) kemarin, pertama kali kajian kitab itu dimulai. Dalam pengantar kitab tersebut, al-Ghozali seperti sedang memberikan sebuah peringatan kepada muridnya atau orang yang hidup sezaman dengannya yang sangat gampang mengkafirkan orang atau golongan yang berbeda keyakinan dengan golongan lain.
“Nampaknya kitab ini merupakan kumpulan surat yang al-Ghozali buat muridnya yang sangat gampang mengkafirkan keyakinan lain,” ujar Khorul Anwar dalam mukadimah diskusi. Dalam kitab tersebut diterangkan bahwa al-Ghozali banyak mengarang kitab keagamaan yang memiliki semangat pluralis. Sehingga al-Ghozali banyak dicerca oleh ulama-ulama lain semasanya. Dalam pembahasan kitab itu dikatakan bahwa waktu itu keyakinan yang berbeda dengan Madzhab Asy’ari itu dianggap sesat.

“Al-Ghozali yang kebanyakan orang mengenalnya sebagai sufi, ternyata banyak menulis kitab-kitab yang membahas tentang keberagaman. Sehingga waktu itu al-Ghoali banyak dicerca oleh ulama-ulama semasanya bahkan dianggap sesat,” tambah laki-laki kelahiran Brebes tersebut.
Kemudian karena al-Ghozli menganggap bahwa setiap perselisihan atau pertentangan bahkan permusuhan itu dapat diselesaikan maka al-Ghozali mengundang orang-orang yang berbeda pendapat dengan dia dalam teologi keislaman. Dalam kitab tersebut al-Ghozali mengungkapan “bahwa setiap perselisihan atau permusuhan itu pasti dapat diselesaikan terkecuali karena permusuhan itu dipicu oleh iri dan dengki”. Kemudian diceritakan dalam kitab tersebut sebuah dialog yang sengit tak lain karena perdebatan teologi antar golongan.
Al-Ghozali mengungkapkan dalam kitab itu bahwa siapa saja yang mengatakan bahwa kitab karangan dirinya itu sesat, sesungguhnya tidak ada referensinya. Bahkan mereka golongan yang mengatakan sesat ilmunya hanya tahu sebatas masalah najis dan minyak za’faron. Disini al-Ghozali nampaknya sedang mencoba membuka mata hati orang-orang yang sangat gampang mengafirkan keyakinan lain dengan membandingkan pengetahuanya dengan pengetahuan orang-orang yang mengafirkanya.
Ia seakan mengajak orang lain agar kitab karanganya itu dipahami dengan ilmu. Bukan dengan nafsu sehingga tidak menimbulkan cap-cap kafir terhadap keyakinan yang lain. “Mereka yang mengatakan sesat terhadap kitab al-Ghozali mereka itu rujukanya mana? Mereka itu tahunya hanya masalah najis dan minyak za’faron,” papar Khoirul Anwar yang kerap disapa dengan kang Awang tersebut.
Lebih lanjut lagi, al-Ghozali menambahkan bahwa jika orang-orang yang mengklaim bahwa kekafiran seseorang jika berbeda dengan madzhab Asy’ari, Hambali, Maliki dan lain-lain itu merupakan suatu kebodohan. Karena dalam masalah teologi itu merupakan pengalaman spiritual seseorang yang tidak bisa dirasakan oleh orang lain. Wallaahu al’lam. (Ceprudin/elsa-ol)