APBD Tak Berpihak Rakyat, Dhalim

[Semarang – elsaonline.com] Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang tak berpihak pada rakyat hukumnya haram. Hal ini adalah hasil Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah.

“Bagaimana hukum penyusunan APBD bagi eksekutif dan legislatif jika tidak berpihak pada rakyat. Berdasarkan hasil bahtsul masail di Kaliwungu, Kendal jawabannya adalah haram,” kata Rois Syuriah PWNU Jateng Ubaidullah Shodaqoh pada kesempatan lailatul ijtima’, Rabu (18/12).

Ubaidullah
KH. Ubaidullah Shodaqoh

Jawaban haram itu dengan landasan ketika APBD tak berpihak pada rakyat adalah perilaku dholim. Kiai yang akrab disapa Gus Ubaid ini menyatakan, tugas-tugas yang berkaitan dengan syariah harus dikembalikan pada maqashid syariah (tujuan hukum-red) itu sendiri.

“Ada tiga macam maqasid, pertama dhoruriyat, hajiyat dan tahsiniyat. Ini ada tingkatan mendesak atau tidak, sehingga ada yang harus diutamakan dan ada yang sementara harus dikesampingkan,” lanjutnya.

Kategori pertama, kebutuhan dhoruriyat (primer). Kategori ini merupakan kebutuhan yang tak bisa ditinggalkan. Kalau pemerintah mentasharrufkan hartanya ke hal-hal yang sekunder namun mengesampingkan kebutuhan primer maka penetapannya haram.

“Misalnya saja, orang yang sulit berobat atau akses rumah sakit. Kalau di semarang ini, masalah dharuriyat ini adalah masalah banjir maka anggaran yang harus didahulukan adalah untuk mengatasi rob. Selain itu juga untuk kesehatan,” imbuhnya.

 

Kebutuhan Primer

Dharuriyat itu, kebutuhan primer jika tidak dipenuhi akan rusak seperti seperti rumah sakit dan rob, kebutuhan hajiyat sekunder, tahsiniyat tersier.

Menurut Gus Ubaid, masyarakat dalam mengawasi APBD hukumnya adalah fardu kifayah. Harus ada sebagian orang yang mengawasi. Jika tak ada yang mengawasi satu pun dari masyarakat maka dosa.

“Selanjutnya, bagaimana dalam menyusun anggaran jika uangnya habis untuk gaji pegawai. Jika dalam menyusun anggaran itu lebih besar untuk belanja pegawai maka itu haram. Karena tak berpihak pada kebutuhan dharuriyat,” tambahnya.

Baca Juga  Fatwa, Cerminan Otentik Hubungan Antaragama

Lebih lanjut, Gus Ubaid merefleksikan dengan keadaan legislatif dan eksekuif yang melakukan penyusunan anggaran. Pasalya tak sedikit anggota Dewa yang menggunakan anggaran negara untuk reses. Namun dalam reses itu hanya rekreasi semata.

“Kayaknya memang aneh, namun inilah kenyataannya. Sekarang ini banyak anggota Dewan yang mengeluarkan dana untuk kunjungan atau rekreasi. Ketika ditanya mereka akan jawabnya enak-enak saja. Katanya untuk reses dan pantauan problem di lapangan,” pungkasnya. [elsa-ol/Ceprudin]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini