Mengenang Jejak Intelektual-Birokrat

IMG-20131230-00190

[Semarang – elsaonline.com] Jejak perjalanan seseorang yang memiliki pemikiran yang progresif sangat penting sekali untuk diabadikan. Bahkan diukir namanya dalam sebuah perkumpulan untuk mengingat peranan tokoh tersebut dalam dunia pemikiran. Lebih dari itu, sosok pemikir tersebut ketika dituliskan dalam buku, karena ini akan membangkitkan semangat juang para generasinya.

Hal itulah yang menjadi dorongan Abdul Rouf dan Ali Romdloni, penulis buku “Jejak Intelektual Birokrat; Meneladani Kearifan Prof. Dr. A. Qodri A. Azizy”. Kedua penulis mengambil langkah ini untuk mengenang jejak pemikiran Prof. Qodri menjadi tambah yaki setelah mengkonsultasikan ide ini ke beberapa tokoh, baik dari lingkungan IAIN Walisongo maupun di luar.

“Langkah ini sebagai wujud pengabadian pemikiran dari Pak Qodri, dia adalah sosok aktifis namun birokratis”, jelas Rouf ketika sebagai sala satu Seminar Nasional, Bedah Buku dan Lauching Qodri Azizy Institute, di Hotel Ciputra (30/12).

Hal serupa juga disampaikan oleh Ali Romdloni, yang lebih akrab disapa Doni. Penulis yang sekarang ini menetap di Pati sangat menginspirasi pemikiran Prof. Qodri. “Saya menyimpulkan bahwa setidaknya pemikiran Pak Qodri mencakup tiga hal, kajian keislaman klasik, nasionalisme dan kemudian dalam metodologi pemikiran”, tutur Doni.

Pak Qodri, menurut Doni, tidak membedakan dan mendebatkan apakah ini ilmu Islam dan non Islam. Namun sosok inteletual mantan Rektor IAIN Walisongo 1999-2002 ini menyatukan ilmu pengetahuan tersebut. Bahkan dia mampu mendialogkan keilmuan dengan kondisi masyarakat sekitar.

Dalam Acara tersebut, hadir juga narasumber, Dr. A. Fadlil Sumadi, SH, M.Hum (Hakim Mahkamah Konstitusi RI), Prof. Dr. H. A. Gunaryo M.Soc, SC (Kemenag RI), Prof. Dr. Masykuri Abdillah (Watimpres RI), Dr. H. Noor Achmad, MA (Rektor Universitas Wahid Hasyim), Prof. Dr. H. M Amin Syukur, MA (Guru Besar IAIN Walisongo) dan Dr. H. Afandi Muchtar, MA. (Kemenag RI).

Baca Juga  Penganut Sapto Darmo Berharap Umat Islam Meneladani Gus Dur

Bagi masing-masing narasumber memiliki kesan tersendiri dengan Almarhum Qodri Azizy. Afandi mengungkapkan bahwa Qodri salah satu bukti bahwa seorang santri tulen mampu berkiprah di tingkat nasional. Bahkan pandangan kritisnya selalu menjadi perhatian dalam acara diskusi.

“Pandangan kritisnya selalu muncul di ruang diskusi dan selalu didengar pendapatnya dengan argumentasi yang progresif”, kata Afandi.

Dengan lahirnya Qodri Azizy Institute ini diharapkan kajian keilmuan yang dikembangkan tidak hanya dalam ranah wacana keislaman saja. Namun berbagai diskursus wacana intelektual. “Dulu Mas Qodri, basicnya memang soal hukum namun banyak tulisannya yang tidak hanya berkisar pada kajian hukum saja, maka kami harap nanti Qodri Azizy Institute ini jangan hanya terkungkung dalam kesyari’atan semata tetapi semua kajian keilmuan”, pangkas Noor Ahmad. [elsa-ol/Wahib]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...
Artikel sebelumnya
Artikel berikutnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini