Menurut Kyai yang pada malam harinya baru saja mengisi acara di salah satu pondok pesantren di Jepara itu, berkunjung ke gereja merupakan kegiatan yang wajar, bahkan positif untuk mempelajari perbandingan agama. Beliau menjelaskan bahwa dirinya waktu studi pasca sarjana sering berkunjung ke gereja-gereja di timur tengah. Gereja yang paling sering dikunjunginya antara lain gereja ortodoks terbesar yang berada di Alexandria Mesir. “Kita mengawali silaturrahim terlebih dahulu itu baik, dalam rangka mempelajari antar madzhab, antar agama, muqoronatul adyan itu baik. Berkunjung ke gereja, melihat ibadah penganut agama lain, boleh-boleh saja,” tegasnya.
Kyai yang akrab disapa Kang Said itu juga menyayangkan jika pihak kampus melarang mahasiswanya berkunjung ke tempat ibadah penganut agama di luar Islam. “Saya tidak sependapat kampus melarang anak-anak main ke tempat ibadah lain, ya tidak hanya ke Gereja lah, ke Prambanan, ke Vihara, Pura, dan lain-lain. Kampus seharusnya menganut kebebasan berpikir, artinya mencerdaskan mahasiswanya, harus berwawasan luas, dan dibebaskan dari tekanan-tekanan pembatasan. Kalau hanya ke gereja ingin melihat bagaimana gereja, bagaimana ibadahnya ya enggak papa. Perlakuan kampus melarang itu kemunduran,” terangnya.
Proyek Wahabi
Banyaknya pencekalan pembicara dan penolakan diskusi tentang wacana yang dianggap menyimpang oleh sebagian aktifis kampus juga tidak luput dari pantauan Kang Said. Menurutnya, pembatasan tema diskusi di dalam kampus ada kemungkinan pengaruh dari dakwah kelompok radikal seperti salafi wahabi. “Saya tidak tahu persis soal itu, tapi bukan hal mustahil jika itu bagian dari proyek besar Wahabi. Oleh karena itu pesan saya kepada anak-anak PMII, PMII jangan bergeser dari kepribadiannya, harus menjaga ke-NU-annya, jangan mudah goyang, kita harus punya prinsip, memperbaharui yang lama dan mengambil yang baru, dan harus selalu aktif,” pungkasnya. [elsa-ol/KA-@khoirulanwar_88]