Guru Agama Perekat Semangat Beragama dan Kebangsaan

Semarang, elsaonline.com – Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas menegaskan peran guru agama sangat penting dalam mewujudkan moderasi beragama. Melalui moderasi beragama, kata Menteri, Guru agama berperan vital dalam merekatkan paham keagamaan dan kebangsaan.

Menteri yang akrab disapa Gus Yaqut menyampaikan itu pada launching program ‘guru pelopor moderasi di sekolah’. Launching dengan tema AGPAII Summit “Beyond Imagination” ini terselenggara kerjasama Asosiasi Guru Pendidikan Islam Indonesia (AGPAII) dengan Wahid Foundation, Sabtu, 27 Maret 2021.

Hemat Gus Menteri, AGPAII kreatif dalam melakukan inisiasi dan membantu penyelesaian masalah bangsa utamanya dalam moderasi beragama. Menag yang menjadi keynote speech mewakili Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin, juga menekankan moderasi beragama merupakan program yang sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak.

“Moderasi bergama menjadi sarana untuk mewujudkan kemaslahatan kehidupan, beragama dan berbangsa yang harmonis dan toleran. AGPAII menunjukan dukungan riil terhdap visi Kementerian Agama dalam moderasi beragama. Moderasi beragama adalah perekat antara semangat beragama dan komitmen berbangsa,” ungkap Gus Yaqut

Paran Guru

Direktur Wahid Foundation, Zannuba Ariffah Chafsoh, pada kesempatan yang menyampaikan jika paran guru agama memiliki posisi yang sangat strategis. Para guru agama menjadi agen perubahan di masyarakat.

“Guru agama memiliki posisi strategis sebagai agen perubahan di masyarakat. Tugas utama bapak-ibu sekalian sebagai guru agama Islam adalah mendidik anak-anak kita, masyarakat kita untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat,” jelas putri kedua Gus Dur yang akrab disapa Yenni Wahid itu.

Yenni menambahkan, saat ini kehidupan manusia mengalami disrupsi disebabkan karena teknologi. Padahal ada hal yang tak bisa tergantikan yakni membentuk karakter anak didik di sekolah.

Baca Juga  Gubernur Jateng Ingatkan Soal Bahaya Laten Intoleransi

“Ke depan akan terjadi lebih banyak lagi disrupsi-disrupsi, dimana kerja-kerja manusia banyak yang digantikan oleh robot. Tapi satu hal penting yang tidak dapat digantikan perannya oleh robot yaitu membentuk karaker dari anak didik,” jelas Yenni.

Yenny juga memberikan suntikan semangat kepada seluruh anggota AGPAII. Meski berat, pesan Yenni, tugas dari seorang guru agama Islam, adalah membentuk karakter masyarakat Indonesia dengan baik.

“Saya sangat bangga sekali, bahwa guru-guru agama di Indonesia mendeklarasikan sebagai pahlawan yang bisa dijadikan inspirasi oleh masyarakat. Ini untuk mengedepankan moderasi beragama,” tutur perempuan kelahiran Jombang ini.

Moderasi Sekolah

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) AGPAII Mahnan Marbawi, menyampaikan guru berfungsi melakukan community development dalam mengimplementasikan nilai-nilai moderasi di sekolah.

“Program ini menjadi hal penting bagi guru agama Islam, agar mampu melakukan community development di lingkungan sekolah. Sehingga dapat bersama-sama menggerakan, menanamkan dan mengimplementasikan nilai-nilai moderasi di sekolah,” tutur Mahnan.

Mahnan berharap ke depan AGPAII dapat menjadi gelombang besar perubahan terhadap proses pendidikan keagamaan di Indonesia. Tentu ajaran Islam yang wasathiyyah. AGPAII Summit baginya adalah titik awal kebangkitan supaya dapat menjadi giant wife terhadap perubahan dengan cara melakukan reengineering Pendidikan Agama yang lebih moderat.

“Guru agama islam memiliki peran strategis dalam menguatkan paham keindonesiaan dan menguatkan ajaran islam yang rahmatan lil alamin serta moderat,” paparnya.

Kesadaran Beragama

Tokoh moderasi beragama, Lukman Hakim Saifuddin yang hadir secara langsung menyampaikan pesan kepada seluruh peserta supaya terus membangun kesadaran beragama secara moderat.

“Tetaplah membawa pesan-pesan esensial, substansial dari agama islam yang intinya adalah melindungi kemanusiaan. Selain itu turut membangun toleransi dengan cara menghargai keragaman, menghindari kekerasan, mengakomodasi budaya lokal,” tutur mantan Menteri Agama itu.

Baca Juga  Mantapkan Program Kerja Sekolah Damai, Wahid Foundation Ajak Rembug Komunitas dan Lembaga Pendidikan

Menjadikan seseorang moderat, lanjut Lukman, mensyaratkan wawasan yang cukup mengenai pemikiran, pemahaman yang berlebih-lebihan. Bukan hanya itu, ketika seorang menjadi moderat maka dirinya juga harus bisa mengajak yang lain untuk menjadi moderat dan tidak boleh mendiskreditkan.

“Watak agama adalah memberikan uluran tangan kepada siapapun yang belum moderat. Bukan mendiskreditkan.

Pada acara itu juga dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara AGPAII dengan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), dan Riscon Group. Dan acara tersebut ditutup dengan penganugerahan penghargaan kepada beberapa tokoh moderasi, Dewan Pengurus Wilayah (DPW) AGPAII, dan anggota AGPAII. Sidiq Pram

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini