Ahlussunah Wal Jama’ah; Sebagai Paham Keislaman Yang Inklusif dan Toleran

Oleh: Khoirul Anwar

 “Innal mubadira ila takfiri man yukhalifu al-asy’ari au ghairahu jahilun mujazifun”

[Abu Hamid Al-Ghazali]

“Biar bagaimanapun juga, tidak akan ada kesepakatan cara (wasa’il, metode) di kalangan kaum muslimin, dan tetap akan ada perbedaan pendapat (ikhtilaf al-ara`) di antara mereka sebagai akibat sebagaimana diperkuat oleh kaidah ikhtilaf al-ummah rahmah.

[KH. Abdurrahman Wahid]

Pendahuluan

Mayoritas umat Islam dengan beragam pemahaman, keyakinan dan ritual keislamannya berharap dan mengklaim dirinya sebagai ahlissunnah wal jama’ah (aswaja). Klaim sebagai sunni (sebutan bagi pengikut aswaja) ini adalah bagian dari ekspresi pemahamannya yang meyakini bahwa umat Islam telah terpecah belah menjadi beberapa aliran, namun di antara mereka yang selamat dan akan masuk sorga hanya satu, yaitu aliran yang bernama ahlissunnah wal jama’ah. Sehingga orang yang merasa dirinya sebagai sunni beranggapan bahwa dirinya telah menemukan kebenaran agama, sedangkan orang lain keliru, sehingga ia berhak memberikan label “sesat” atau “kafir” kepada orang yang memiliki pemahaman keislaman yang berbeda dengannya. Mengklaim dirinya sebagai orang yang paling benar dan yang lain sesat menurut al-Quran adalah sebuah kesalahan, karena secara tegas Allah berfirman bahwa yang akan menentukan kebenaran manusia dalam beragama adalah Allah sendiri, bukan makhluknya, dan akan diputuskan kelak di akhirat, bukan di dunia  (QS. Al-Hajj 17). Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Faishal al-Tafriqah baina al-Islam wa al-Zandaqah, menyatakan bahwa setiap pemahaman atau madzhab keislaman dengan semua perbedaannya memiliki kemungkinan benar, karena kebenaran ada di dalam setiap pendapat (al-haqq yadur fi kulli madzhab). Oleh karena itu menurut al-Ghazali, seseorang tidak boleh menyesatkan orang lain walaupun berlainan akidah.

Baca Juga  Problem Yuridis Pendidikan Kepenghayatan Di Sekolah

Sementara di sisi lain pengertian dan cakupan aswaja sendiri tidak jelas, para ulama mendefinisikannya dengan berbeda-beda. Hal ini lantaran istilah ahlissunnah wal jama’ah berikut definisinya tidak pernah disampaikan oleh Allah dan rasul-Nya secara jelas baik dalam al-Quran maupun Hadis.

Oleh karena itu mengkaji apa yang dimaksud dengan ahlussunnah wal jama’ah dan siapa saja yang dapat disebut dengannya adalah hal yang urgen. Hal ini lantaran term “ahlissunnah wal jama’ah” menjadi salah satu faktor yang menjadikan sebagian orang yang merasa dirinya sebagai sunni dengan mudahnya mengklaim sebagai pemilik kebenaran, sedangkan orang lain salah dan sesat. Tulisan sederhana ini akan mendedahkan istilah tersebut dalam pandangan ulama muslim, asal usulnya, dan diakhiri dengan penjelasan aswaja sebagai paham keislaman yang inklusif dan toleran.

Download Makalah

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini