Akademi Kiri

Oleh: Tedi Kholiludin

Tahun 1965, Brigdjen Dr. Sjarif Thajeb menutup 14 kampus. Melalui surat keputusan Menteri PTIP No. 01/dar tahun ’65, Sjarif menutup “sementara” kampus-kampus (1) Universitas Res-Publica (2) Universitas Rakjat Indonesia (3) Akademi Ilmu Sosial Aliarcham; (4) Akademi Ilmu Politik Bacharudin; (5) Akademi Technik Ir. Anwari; (6) Akademi Djurnalistik Dr. Rivai; (7) Akademi Sastra Multatuli; (8) Akademi Ilmu Ekonomi Dr. Ratulangi; (9) Akademi Ilmu Sedjarah Ronggowarsito; (10) Universitas Rakjat (11). Universitas Pemerintah Kotapradja Surakarta; (12) Akademi Djurnalistik WR. Supratman Surabaja;(13) Akademi Djurnalistik Publisistik Teruna Patria Malang; (14) Institut Pertanian E./G/:.M Bogor.

Tidak sulit menerka alasan mengapa kampus-kampus itu ditutup. Institusi pendidikan itu dianggap berhaluan kiri, karenanya harus dibubarkan. Dari 14 kampus tersebut, Universitas Rakjat (Unra) dan Akademi Ilmu Sosial Aliarcham adalah dua yang menarik dicermati. Akademi Aliarcham merupakan “Sekolah Teori”. Dua institusi itu memang dibangun oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Cerita tentang bagaimana PKI membangun institusi-institusi pendidikan didedah oleh Ruth McVey dalam “Teaching Modernity: The PKI as an Educational Institution.”

Tulisan ini sekadar menulis ulang apa yang ditulis McVey, Indonesianis yang sempat ceramah di Akademi Aliarcham.

Unra berdiri pada tahun 1958. Setahun kemudian, mereka melaporkan bahwa Unra memiliki 2.816 siswa yang mendaftar di 10 kampus di kota-kota besar di Indonesia. Setelah dalam proses pencarian format selama kurang lebih 2 tahun, pengurus Unra melakukan evaluasi pada tahun 1961. Pada akhirnya, Unra kemudian memperbarui diri Juli 1963 yang dikenal dengan Unra Gaja Baru. DN. Aidit, Ketua PKI, kemudian menjadi Kepala Unra.

Sadar bahwa input ke Unra masih perlu diperbaiki, PKI menaruh perhatian pada jenjang pendidikan yang memungkinkan kualitas bisa diperbaiki. Di level setara SLTA, dibentuklah Mimbar Pengetahuan Rakjat (Mipera). Kemudian ada Balai Pengetahuan Rakjat (Bapera) di tingkat sekolah menengah pertama dan pada tingkat dasar ada Panti Pengetahuan Rakjat (Panpera).

Baca Juga  Award Sultan dan Geliat Kelompok Intoleran

Kurikulumnya banyak menekankan pada sisi ideologi. Sekolah-sekolah dasar (Panpera) misalnya menyediakan kursus-kursus Manipol (pemahaman PKI mengenai ideologi resmi Demokrasi Terpimpin), Bahasa dan Sastra Indonesia, Aritmatika, Geografi, Ilmu-ilmu Hayati, Sejarah, Ilmu alam, Menyanyi, Menggambar, dan Pengantar Filsafat (prinsip-prinsip materialisme dialektika historis).

Di Bapera diajarkan Manipol dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Sejarah Indonesia dan Dunia, Geografi, Ilmu Hayati dan Kesehatan, Aljabar dan Geometri, Ilmu alam, Perawatan buku dan akuntansi komersial, Filsafat. Unra mengajarkan Manipol, Ekonomi, Pemerintahan dan Kewarganegaraan, Sejarah Indonesia, Sejarah Dunia, Geografi, Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris, Antropologi Budaya, Aljabar, Fisika dan Kimia, Perawatan Buku dan akuntansi komersial, Filsafat.

Sampai April 1965, Unra mencatat terdapat 1.531 sekolah Panpera, 463 Bapera, dan 88 Mipera. Dari 27 provinsi di Indonesia, 21 diantaranya terdapat Unra dan 6 wilayah (Banten, Nusa Tenggara Barat, Irian Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Riau) masih dalam “tahap persiapan.”

Selain Unra, PKI juga membangun Akademi Ilmu Sosial Aliarcham (AISA). Latarnya kurang lebih karena PKI ingin menciptakan para intelektual yang mampu menyebarkan pengetahuan teoritis mengenai Ekonomi Politik Marxis, Dialektika Historis Marxis serta karya-karya Aidit di kalangan intelektual. Aliarcham, sebagai nama yang diabadikan untuk akademi tersebut adalah seorang aktivis PKI kelahiran Juwana, Pati yang dibuang oleh Belanda pada tahun 1925 ke Boven Digul, Papua dan meninggal disana pada 1 Juni 1933. Aliarcham ikut bergabung dengan SI Merah yang kemudian menjadi PKI di Semarang dan turut pindah ke Jakarta pada 1924.

AISA didirikan pada tahun 1959 sebagai sekolah tinggi partai, pusat pelatihan kader senior. Bismar Oloan Hutapea adalah direkturnya. Buku Sosialisme Indonesia karya Aidit menjadi teks primer yang dijadikan pegangan. Beda dengan Unra, konsepsi teoritik lebih banyak dikuliti di AISA. Ini setidaknya bisa kita lihat dari 5 departemen yang disediakan di AISA; Filsafat, Ekonomi Politik, Sejarah Gerakan Buruh Internasional, Masalah-masalah Revolusi Indonesia, serta Bahasa dan Budaya.

Baca Juga  Sudah Kriting, Hitam Pula: Makna Kecantikan Menurut Masyarakat Papua

Sekolah teori sosial-politik yang didirikan pada tahun 1959 itu terletak di Jalan Padang nomor 21, Tebet Jakarta. Karena ada pendekatan dan tingkat yang berbeda, maka pada tahun 1964, AISA membuat tiga level sarjana. Pertama adalah Sarjana Marxis (SM), bagi mereka yang memiliki keutamaan di partai dan calon ahli. Kedua, Sarjana Marxis Terbatas (SMT, sarjana dasar Marxis) untuk mahasiswa yang menyelesaikan separuh waktu. Ketiga, Tjalon Sarjana Marxis (TSM, kandidat sarjana Marxis) untuk program ekstensi.

Secara administratif, sekolah partai ini kemudian berubah menjadi Akademi Politik Aliarcham pada tahun 1964.

Harus diakui, bahwa PKI merupakan salah satu partai politik di Indonesia yang sangat memperhatikan penguatan ideologi. Pendirian kampus-kampus di atas menjadi pertandanya. Meski beberapa diantaranya diperuntukkan bagi kader-kader sendiri, tetapi dua tahun sebelum partai palu arit ini diporak-porandakan, mereka juga membukanya untuk umum, meski tentu saja akan kembali kepada materialisme sebagai mata airnya.

Belajar dan berjuang, tanpa belajar tak mungkin bisa berjuang [Aliarcham]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini