[Kudus –elsaonline.com] Negara kerap tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan hak-hak warganya secara utuh. Ketika sebagian warga negara tidak mendapatkan haknya untuk menganut agama tertentu yang tidak tertulis dalam nama-nama agama yang diakui pemerintah negara membiarkannya terkatung-katung menjadi objek yang terdiskriminasi. Tapi sebaliknya, ketika negara punya hajat seperti pesta demokrasi sekarang ini negara memeluk erat mereka supaya ikut serta meramaikan pesta lima tahunannya sejajar dengan umumnya warga negara.
Hal itu disampaikan oleh Budi Santoso, penghayat sedulur sikep Kudus yang bertahun-tahun tidak merasakan haknya sebagai warga negara untuk menganut agama sedulur sikep. Pasalnya kolom agama Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang mereka miliki tertulis kosong, yang secara tidak langsung dibedakan dengan penganut agama lainnya yang diakui pemerintah.
Kendati Budi dan keluarganya belum merasakan jaminan kebebasan sebagaimana penganut agama lainnya, namun dalam pemilihan legislatif seperti sebelum-sebelumnya ia akan menggunakan hak pilihnya untuk memilih salah satu calon legislatif pilihannya. “Kalau kita butuh mereka, mereka tidak menghiraukan, mereka neko-neko, harus seperti ini, itu, dan lain sebagainya. Tapi giliran mereka yang butuh kita diurusi betul. Padahal sudah jelas dalam sila ke lima UUD 1945 dinyatakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujar Budi di kediamannya (3/04).
Bagi Budi, menggunakan hak pilih adalah kewajiban sebagai warga negara. Hanya saja yang patut disayangkan negara belum memberikan hak sepenuhnya kepada pemeluk agama minoritas, khususnya yang tidak tercantum dalam agama resmi menurut pemerintah seperti penghayat kepercayaan dan yang lainnya.
“Harapan saya kepada calon yang nanti terpilih baik legislatif maupun presiden supaya memperjuangkan hak-hak kita semua sebagai warga negara, dan membuat peraturan yang adil yang bisa dirasakan semua warga negara Indonesia,” tuturnya.
Sekedar mengingatkan, Budi Santoso adalah warga sedulur sikep Kudus yang pada tahun lalu berjuang untuk meminta hak anak-anaknya supaya tidak dipaksa mengikuti pelajaran agama Islam di sekolahnya, SMP Negeri 3 Undaan. [elsa-ol/KA-@khoirulanwar_88]