Diskriminasi Penghayat Ini Sistematis

Sudijana memperlihatkan tempat pemakamannya jika suatu hari nanti meninggal. [Foto: Munif]
Sudijana memperlihatkan tempat pemakamannya jika suatu hari nanti meninggal. [Foto: Munif]
[Temanggung –elsaonline.com] Pembedaan atau diskriminasi terhadap para penghayat agama-agama leluhur ini bisa dikatakan sistematis baik dari lahir hingga meninggal. Maklum, karena orang meninggal mayatnya masih sering ditolak untuk dikuburkan di pemakaman umum. Belum lagi dalam hal perkawinan dan kolom agama. Betapa sulitnya kami mempunyai kepercayaan yang berbeda itu.

Penilaian demikian ini dituturkan Ketua Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) Kabupaten Temanggung, Sudijana, saat ditemui di rumah kediamannya Desa Kuncen RT 01 RW 03, Desa Badran, Kecamatan Kranggang, Kabupaten Temanggung, Senin (15/12) siang.

Pria kelahiran Bantul ini menceritakan bahwa pembedaan atau diskriminasi tersebut masih bersifat turun-temurun. Ia menyampaikan, sampai mati pun kaum penghayat masih dilarang dan ditolak. Apalagi, lanjut dia, mereka tidak boleh di makamkan di tempat pemakaman umum. “Makanya saya inisiatif membuat makam sendiri di samping rumah,” tuturnya.

Selain itu, pihaknya juga berharap bahwa dalam setiap beribadah meminta tidak diganggu. Kendati dia mengakui bahwa pertentangan tersebut berasal dari para pejabat dan tokoh masyarakat setempat. Ia menyatakan, sebagai warga Negara Indonesia, para penghayat kepercayaan sesungguhnya memiliki hak konstitusional yang sama dengan warga Negara lainnya. “Jadi, kami hanya ingin mendapatkan jaminan dari Negara. Itu saja karena kami lahir, maka dari tanah yang tumbuh dan dibesarkan di bumi Indonesia,” bebernya.

Lebih jauh Sudijana mengajak untuk senantiasa membuka diri kepada para penghayat yang ada di Indonesia. Menurutnya, para penghayat kepercayaan itu ada disekitar kita. “Percayalah, mereka bukan makhluk tidak bertuhan. Kami bertuhan dengan cara yang lain yang kami yakini,” pungkasnya. [elsa-ol/Munif-@MunifBams]

Baca Juga  Amnesty International Tuntut Pembebasan Prisoner of Conscience
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Histeresis

Oleh: Tedi Kholiludin “Histeresis habitus barangkali merupakan salah satu penjelasan...

Menjaga yang Tersisa: Visi Keberlanjutan John B. Cobb

Oleh: Tedi Kholiludin Selain kehangatan keluarga, salah satu yang dirindukan...

Pasang-Surut Seni Tari di Indonesia

Indonesia adalah negeri yang sangat kaya dengan seni, termasuk...

Memahami Jalur Eskalasi dan Deeskalasi Konflik

Oleh: Tedi Kholiludin Konflik, dalam wacana sehari-hari, kerap disamakan dengan...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini