Dua Peneliti ELSA Presentasikan Hasil Risetnya di Pertemuan Jaringan Penelitian HIV Indonesia

[Surakarta, elsaonline.com] Jaringan Penelitian HIV Indonesia (JPHIV-Ina) menggelar pertemuan jaringan nasional penelitian HIV 2024 dengan mengangkat tema “Take the Right Path”, pada Jumat, 6 Desember 2024 di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Pertemuan nasional tahun 2024 ini menghadirkan Prof. dr. Pande Putu Januraga, M.Kes, DrPH dari Universitas Udayana, Meirinda Sebayang, SH, MSc.PH dari Jaringan Indonesia Positif, Prof. Dr. Argyo Demartoto, M.Si dari Universitas Sebelas Maret, Dr. dr. Muchlis Achsan Us, Sp.PD-KPTI, FINASIM dari Universitas Diponegoro, dr. Yanri Wiyanti Subronto, PhD, Sp.PD-KPTI dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Ari Natalia Probandari dan dr., MPH, PhD dari Universitas Sebelas Maret.

Pada sesi presentasi abstrak, dua peneliti dari Yayasan ELSA, Abdus Salam dan Fadli Rais yang ikut berpartisipasi dalam pengiriman abstrak, dinyatakan lolos dan berkesempatan untuk melakukan presentasi oral dari hasil penelitian yang dilakukan.

Kesempatan presentasi pertama dilakukan oleh Abdus Salam dengan judul “Peran Media Sosial dalam Penemuan Positif HIV (Studi pada Komunitas Laki-Laki Suka Laki-Laki di Jawa Tengah Tahun 2023)”. Dalam presentasinya, Salam sapaan akrabnya menyampaikan dari hasil penelitiannya, bahwa trend berkembangnya teknologi dan media sosial menjadi platform penting dalam penyebaran informasi kesehatan, termasuk di dalamnya HIV/AIDS. Terlebih saat adanya masa Pandemi Covid 19 yang berlangsung kurang lebih 2 tahun, yang akhirnya membuat interaksi langsung antar orang tidak bisa dilakukan, dan media sosial menjadi salah satu alternatif yang dimanfaatkan.

“Melalui platform media sosial, informasi mengenai HIV bisa dengan mudah disebarluaskan secara cepat. Harapannya tentu adalah bisa mengurangi stigma dan mendorong komunitas berisiko untuk melakukan tes HIV secara kesadaran diri atau dengan sukarela”, tuturnya saat presentasi.

Baca Juga  Sapta Darma Brebes Setuju Hukuman Mati Bagi Koruptor

Lebih lanjut, dijelaskan Salam, hasil penelitian menunjukkan bahwa media sosial memiliki peran penting dalam meningkatkan pengetahuan pada komunitas berisiko tentang HIV, khususnya terkait deteksi dini dan cara pencegahannya. Berdasarkan data menunjukkan bahwa konten edukatif dan informasi yang dipublikasikan di media sosial mampu menyadarkan komunitas untuk lebih memahami bahaya HIV dan pentingnya melakukan tes HIV secara rutin. Dengan banyaknya yang melakukan tes tentunya banyak yang mengetahui statusnya, termasuk temuan HIV Positif.

“Informasi yang dibagikan melalui media sosial, seperti pengalaman pribadi ODHIV dan kampanye kesehatan, membantu mengurangi stigma negatif terhadap HIV”, jelasnya.

Selain itu, Salam menambahkan, media sosial memiliki peran signifikan dalam mendukung penemuan HIV positif, khususnya pada komunitas berisiko di Jawa Tengah. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa platform media sosial mampu menjangkau populasi yang lebih luas dibandingkan metode konvensional.

“Ada sebanyak 19.164 orang menjalani tes Voluntary Counselling and Testing (VCT) melalui media sosial, dan menghasilkan 293 HIV positif. Data tersebut tentunya lebih tinggi dibandingkan tes langsung dengan jumlah 9.747 orang dan 145 HIV positif. Hal ini menunjukkan efektivitas media sosial dalam mendukung akses layanan kesehatan dan deteksi dini”, imbuhnya.

Sementara itu, Fadli Rais berkesempatan mempresentasikan hasil penelitiannya dengan judul “Meningkatkan Akses dan Kepatuhan; Peran Pos Layanan HIV (Point of Care) dalam Pengendalian HIV dan IMS di Kota Semarang”.

“Layanan POC HIV merupakan inovasi dengan akses mudah, hasil cepat, dan biaya terjangkau. Model ini diharapkan mampu meningkatkan deteksi dini dan kualitas pengobatan”, jelasnya saat presentasi.

Menurut Rais, layanan POC mampu mengurangi stigma terkait HIV. Dikarenakan karakteristik layanan yang mudah diakses dan tidak invasif membantu populasi kunci mendapatkan layanan kesehatan. Selain itu layanan POC juga efektif dalam mendorong deteksi dini HIV dan IMS. Hal ini penting untuk pencegahan penyebaran lebih luas di Kota Semarang.

Baca Juga  Islam Postliberal sebagai Diskursus Baru

“Dampak layanan POC meliputi peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengobatan dan pencegahan HIV serta IMS”, jelasnya.

Ditambahkan Rais, POC menjadi bagian penting dalam strategi pengendalian epidemi HIV dan IMS. Jaringan layanan ini perlu diperluas ke daerah dengan angka insiden tinggi. Dan juga adanya kolaborasi dengan organisasi masyarakat lokal menjadi kunci keberhasilan layanan POC. Edukasi dan sosialisasi harus terus ditingkatkan.

“Dukungan dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya diperlukan untuk mempertahankan dan memperluas layanan POC sebagai bagian pengendalian HIV dan IMS”, tambahnya. [TKh]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Militansi di Level Mikro dan Tausiah Politik yang tak Berdampak

Oleh: Tedi Kholiludin Ada dua catatan yang menarik untuk dicermati...

Pasar Tradisional dan Masjid Emas sebagai Penanda Kawasan Muslim Quiapo, Manila Filipina

Oleh: Tedi Kholiludin Quiapo adalah sebuah distrik yang berada merupakan...

Beristirahat Sejenak di Kapernaum: Renungan Yohanes 2:12

Oleh: Tedi Kholiludin “Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama...

Liquid Identity: Saat Identitas menjadi Sebuah Entitas Muas

Oleh: Muhamad Sidik Pramono (Mahasiswa Magister Sosiologi Agama Universitas...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini