Cerita yang Tersisa dari Penggagalan Jalsah Salanah; Anak-Anak dan Kaum Ibu yang Terlantar dan Kelaparan

[Manislor -elsaonline.com] Agenda besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) batal digelar. Gagalnya acara tersebut setelah adanya larangan dari Pemerintah Kabupaten Kuningan. Pertemuan tahunan Jemaat Ahmadiyah Indonesia atau disebut dengan Jalsah Salanah yang sedianya akan dilaksanakan di Desa Manis Lor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat tidak jadi dilaksanakan.

Acara tersebut rencananya akan diselenggarakan Jumat-Minggu 6-8 Desember 2024, serta akan diikuti oleh 15.000 jemaat dari seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan Jalsah Salanah diisi oleh tausiyah keagamaan dan agenda kerohanian lainnya.

Mubalig JAI Manis Lor, Maulana Tatan menceritakan kronologi penolakan acara tersebut dari awal sampai peristiwa pembatalan. Ia menjelaskan bahwa pada awalnya semua elemen mendukung terselenggarannya Jalsah Salanah tersebut. Namun mulai mendekati hari-hari terselenggaranya kegiatan, situasi berbalik, dari proses yang berjalan lancar hingga situasi menjadi rumit.

Mulai ada keganjilan dan situasi tidak mengenakan pada Rabu Tanggal 4 Desember. Tatan bersama pimpinan JAI Manis Lor diundang ke Kantor Pemda Kuningan untuk menghadiri rapat, yang pesertanya terdiri dari Perwakilan Kemenag, Kodim, Polres, berbagai Organisasi Islam, Kiai Pesantren, beserta tokoh agama dan tokoh lainnya.

“Muncul riak pada tanggal 4 Desember, dan kami dipanggil ke Pemda. Kami hanya diundang saat pertemuan ke 2 hari itu, karena ternyata sudah ada pertmuan pertama, dan kami tidak diundang ketika itu. Rupanya pertemuan pertama khusus membahas rapat jalsah. Pada pertemuan kedua itu langsung disampaikan oleh Pj Bupati bahwa di Kuningan banyak spanduk pelarangan ahmadiyah. Padahal kami tidak melihat kunjngan sampai cirebon banyak spanduk,” jelasnya kepada elsaonline, Selasa 10/12/202.

Menurut Tatan, PJ Bupati, Agus Toyib mengawali dan membuka rapat dengan memberikan gambaran situasi yang memanas di Kuningan. Suasana itu terkait dengan penolakan terhadap Jalsah Salanah dari kelompok masyarakat, juga ada situasi dimana akan dilakukan agenda pengitungan suara Pemilihan Bupati di Komisi Pemilihan Umum. Kata Pj. Bupati, sebagaimana ditirukan Tatan, jika Jalsah Salanah tetap dilaksanakan, peserta kegiatan tersebut dikhawatirkan menjadi sasaran amuk masa bagi kelompok yang kalah dalam Pilkada. Sehingga Agus Toyib menyatakan Jalsah Salanah tidak bisa dilaksanakan.

Baca Juga  Spirit Kerukunan dari Getasan

“Pemerintah akhirnya memutuskan Jalsah tidak dilaksanakan. Disitu ada Kejari, kapolres, Kodim, Ketua MUI ada. Semua yang ada di forum tersebut sepakat untuk melarang jalsah. Pemerintah mengaku sudah melakukan pembicaraan dengan tokoh lain, Kapolres, Kodim, Pak Kajari juga sama keputusannya. Saya bertanya-tanya pihak pemerintah ada motif apa? Apa Pemerintah hanya karena faktor keamanan, khawatir kerusuhaan. Memang tanggal itu sedang penghitungan di KPU. Dengan alasan keamanaan sedang fokus ke penjaga keamananan KPU, apakah kekhawatirannya perlu sejauh itu,” Tatan setengah bertanya.

Tatan mengira bahwa bahwa keputusan telah disiapkan di pertemuan pertama, sehingga ketika rapat kedua dimana wakil JAI dihadirkan, sifatnya hanya memberikan sosialisasi. Padahal, sedari awal, tidak ada tanda-tanda pelarangan ketika mereka membicarakan rencana jalsah kepada Kemenag, Kyai-kyai, MUI, Polres, Kodim dan Pemerintah. Semuanya mengizinkan, tidak ada yang melarang.

“Kelihatannya semuanya sudah disiapkan. Saat rapat tersebut, semuanya kalimat yang disampaikan sama, akhirnya ditutup dengan mendukung pembatalan,” Tatan menambahkan.

Ibu dan Anak Terlantar dan Kelaparan
3000-5000 peserta Jalsah sudah hadir di lokasi dan sebagian diantaranya sudah sampai di Cirebon atau 30 kilometer lagi dari Manislor. Mereka tertahan tidak bisa masuk Manislor. Akibatnya, ratusan ibu dan anak-anak peserta Jalsah menjadi terlantar dan kelaparan, serta banyak juga yang diminta kembali ke tempatnya masing-masing. Tatan menilai bahwa rasa manusiawi telah hilang Ketika melihat peserta dari berbagai kota yang tidak bisa masuk ke wilayah Kuningan.

“Berbagai anggota, banyak ibu-ibu, anak-anak, bahkan ada yang baru sembuh dari sakit, lansia yang terlantar karena tidak bisa masuk Manislor. Mereka (pemerintah) seperti tidak memikirkan kondisi jemaat. Tidak memikirkan seandainya peristiwa ini menimpa kelompok yang lain,” keluh Tatan.

Baca Juga  Kisah Tiga Muslim Karyawan Gereja (2)

Karena situasi itu, panitia merasa kewalahan dengan kondisi peserta yang akhirnya tidak lerlayani dengan baik. Banyak peserta yang terlantar di terminal, stasiun, serta banyak yang dicegat di perbatasan. Tragisnya tidak ada makanan dan minuminam yang mencukupi saat peserta terdampar di perbatasan daerah tersebut. Beberapa peserta yang sudah masuk Manis Lor tidak bisa keluar. Kemudian orang yang hendak masuk ke Manis Lor juga tidak bisa masuk. Semua jalan akses jalan diblokir ke Manis Lor. Tidak hanya peserta, penduduk lokal Manis Lor pun diperlakukan sama, susah masuk dan susah keluar.

“Malam Jumat sudah diblokir oleh kepolisian, dan orang yang di luar tidak bisa masuk, dan yang di dalam tidak bisa keluar. Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga semuanya diperiksa. Bahkan warga setempat dilarang masuk setelah sempat keluar untuk keperluan. Intinya, semua jalan arah ke manis lor diblokir. Dari peristiwa itu, banyak yang menderita,” sambung Tatan. Warga Ahmadiyah Manislor akhirnya berinisiatif untuk menyediakan nasi dan lauknya, untuk kemudian diantar ke beberapa titik dimana calon peserta jalsah terhenti dan berkumpul.

Tak hanya itu, parkiran, hotel, wisma serta fasilitas publik lainnya juga diblokir jika hendak digunakan jemaat. Bahkan parkiran yang sudah dibooking jauh sebelum acara, turut membatalkan. Dugaan kuat ada intervensi yang berujung pembatalan tersebut. (Jaedin)

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini