Di Bumi Pertiwi ini, yang sudah menganut sistem demokrasi ternyata masih ada kebijakan diskriminasi terhadap salah satu kelompok. Hak sebagai warga sipil tidak terpenuhi dialami lagi oleh warga Sedulur Sikep. Di SMP Negeri 2 Udaan, Kudus, anak Sedulur Sikep (Samin) oleh panitia pendaftaran penerimaan siswa baru ditolak kala mendaftar untuk sekolah.
Namun akhirnya kepala sekolah mengijinkan anak-anak tersebut menjadi murid di sekolah tersebut. Masalah timbul ketika anak atau pelajar dari warga Samin diwajibkan untuk mengamalkan ajaran agama Islam. Di Semarang, Desa Candi Garon, Kecamatan Sumowono, bangunan seluas 5X10 milik penganut Ngesthi Kasampurnan (NK) dianggap meresahkan sejumlah warga. Sehingga Edi, selaku pimpinan NK terpaksa harus menghentikan pembangunan tersebut.
Masih dalam hal bangunan, karena tidak ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB), di Solo dan di Banyumas menjadi akar keresahan warga. Bahkan di Sragen karena maraknya bangunan tak berizin, melalui Workshop mengenai Oprasionalisasi PMB Nomor 8 dan 9 Tahun 2006, FKUB Sragen merekomendasikan Perpub terkait pendirian rumah ibadah.
Masih di Solo, rumah milik Pendeta Daniel Mulyono Supardi dirusak kelompok gerombolan bercadar (masyarakat biasanya menyebut Laskar atau Jihad) pada Kamis dini hari (2/2). Pelakunya diketahui berombongan sekitar 40 orang, dengan mengendarai sepeda motor, masing-masing memakai penutup muka, membawa pentungan dan senjata tajam.
Masih dalam aksi masa, hanya saja ini tidak terjadi kekerasan, di Kudus, masa NU membubarkan pengajian MTA. Hal itu terjadi karena dakwah-dakwah yang dilakukan MTA dinilai meresahkan.
Selamat Membaca! Download Disini