Anak Samin Pun Berhak Sekolah

Oleh: Ceprudin


Pendidikan saat ini merupakan hak dan kebutuhan yang amat fundamental bagi semua warga Indonesia. Untuk merubah keadaan sosial masyarakat dan nasib bangsa ini kiranya yang paling utama adalah mula-mula dimulai dari pendidikan. Masalah pendidikan di Indonesia, kiranya sudah sangat jelas diatur dalam perundang-undangan, dimana mengamanatkan kepada Pemerintah —sebagai pelaksana UU— agar mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan yang bisa dirasakan oleh semua warga negara di seluruh penjuru (hingga pelosok) Indonesia.

Kewajiban belajar merupakan program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah. Berikut dalam teknisnya pemerintah daerah turut berperan. Mekipun masalah pendidikan sudah sangat rinci diatur dalam perundang-undangan, nampaknya persoalan kerapkali muncul di lapangan. Salah satunya misalkan menimpa kelompok Sedulur Sikp —biasa dikenal dengan orang Samin— yang menyekolahkan anaknya di salah satu sekolah menengah pertama di Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus.

Anak-anak Sedulur Sikep tersebut dipaksa untuk mengikuti pelajaran agama Islam. Awalnya ceritanya, anak Sedulur Sikep bisa diterima untuk bersekolah oleh pihak sekolah pada tahun ajaran 2009. Namun setelah berjalan mengikuti proses belajar pada kenyataannya anak Sedulur Sikep tersebut diwajibkan untuk mengikuti praktek wudlu, sholat dan membaca al-Qur’an. Bukan hanya itu, sewaktu proses belajar mengajar, anak Sedulur Sikep juga harus mengikuti pelajaran agama Islam.

Dengan adanya kewajiban mengikuti praktek dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), anak tersebut enggan melaksanakan praktek itu karena ingin memperkuat ajaran leluhur (Agama Adam).

Setelah adanya kejadian seperti itu, anak Sedulur Sikep akhirnya dengan terpaksa harus memberhentikan sekolah sementara selama dua minggu. Singkat cerita, akhirnya kepala sekolah mempersilahkan kembali anak Sedulur Sikep untuk bersekolah. Dengan dan perjanjian antara pihak sekolah dan orang tua siswa dalam raport nantinya bertuliskan agama Adam bukan Islam dan  penilaian diberikan oleh bapaknya sendiri.

Baca Juga  Dulu, Jemaat Katolik Ibadah di Gereja Blenduk

Untuk sementara ini merupakan angin segar bagi Sedulur Sikep, karena bisa menyekolahkan anaknya dengan bebas menganut keyakinannya. Tidak dipaksa lagi menjalankan praktek dalam pelajaran agama Islam.  Permasalahan muncul kembali ketika awal tahun ajaran 2011 anak Sedulur Sikep ada yang mendaftar lagi ke sekolah tersebut. Tapi panitia pendaftaran menolak bahwa sekolah tersebut tidak menerima anak dari komunitas Sedulur Sikep dengan alasan orang Sedulur Sikep hanya membuat masalah.

Dari adanya penolakan ini sempat bersitegang antara pihak warga Sikep yang akan mendaftar dan pihak panitia penerimaan siswa baru. Waktu itu, warga sikep meminta surat penolakan guna mendaftar ke sekolah lain. Dan nantinya untuk menjadi bukti bahwa disekolah tersebut ditolak. Namun pihak sekolah tidak memberikan surat keterangan penolakan tersebut. Beruntung keputusan akhir dari pihak sekolah kemudian anak Sedulur Sikep pun berhasil bisa masuk sekolah.

Berbagai rintangan terus-menerus dihadapi anak Sedulur Sikep dalam menempuh pendidikan. Walhasil hingga saat ini semua anak yang bersekolah dari warga Sedulur Sikep belum bisa bebas mengekspresikan keyakinanya sebagai penganut agama Adam dengan bebas disekolah. Bagaimana tidak, mereka dalam nilai raport masih masih bertuliskan  pendidikan agama Islam. Apalagi dalam ijaza. Alternatifnya saat ini meskipun dengan perasaan terpaksa, anak Sedulur Sikep ketika akan menghadapi ujian akhir nasional wajib memilih salah satu agama yang diakui oleh negara.

Inilah yang hingga saat ini masih menjadi masalah bagi warga Sedulur Sikep. Mereka sadar bahwa pendidikan formal merupakan standar wajib pendidikan yang harus ditempuh oleh semua anak bangsa. Namun buktinya, hanya dengan urusan perbedaan keyakinan warga Sedulur Sikep dalam menyekolahkan anaknya masih dihantui rasa takut. Karena ketika dalam ujian nasional ketika tidak memilih agama resmi yang diakui oleh negara, maka anak Sedulur Sikep terancam tidak lulus ujian.

Baca Juga  Mengurangi Tradisi Keagamaan untuk Kemanusiaan

Padahal kalau kita mencoba menengok undang-undang sistem pendidikan nasional Dalam pasal 5 (1) menegaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Kemudian dalam ayat (3) dijelaskan pula mengenai daerah yang terpencil atau terbelakang serta “masyarakat adat” yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan secara khusus.

Selanjutnya dalam pasal 11 (1) dengan sangat jelas menerangkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa adanya diskriminasi. Penulis kira ini yang paling penting kita praktekan, dan penulis kira susah dipraktekan dalam sekolah tesebut. Dimana anak Sedulur Sikep bebas menjalankan dan mendapat pengajaran yang sama dengan yang lainnya.

Selanjutnya dalam masalah pendidikan keagamaan yang diperoleh siswa disekolah dijelaskan dalam pasal 12 (1) bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Dengan demikian sudah jelas bahwa siswa yang bersekolah dalam mata pelajaran agama berhak mendapat pelajaran agamanya disekolah. Dari sini kemudian anak warga Sedulur Sikep berhak mendapat pelajaran agama Adam yang diyakininya selama ini.

Bukan hanya itu, pengajar agama Adam, juga harus yang seagama atau sama keyakinanya dengan siswa yang dididik dalam agama tersebut sesuai dengan pasal 12 ayat 1 di atas.

Tulisan ini dimuat di Koran Wawasan 10 Maret 2012

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini