eLSA Report on Religious Freedom XXVIII

bulettin edisi 28Sudah terjatuh harus tertimpa tangga, itulah perumpamaan yang tepat bagi keadaan penghayat saat ini. Tidak hanya terdiskriminasi karena mereka perempuan, lebih dari itu karena mereka penghayat.  Permasalahan semakin kompleks ketika pemberdayaan perempuan tidak didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Setengah hati untuk memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, lahirnya berbagai regulasi tidak menghasilakan out put sebagaimana yang diharapkan. Disana-sini masih ditemukan berbagai bentuk diskriminasi bagi perempuan penghayat kepercayaan.

Bagi perempuan penghayat, diskriminasi yang dirasa tentu melebihi nasib perempuan pada umumnya. Tidak hanya masasalah diskriminasi yang secara langsung berkaitan dengan kebutuhan dasar warga Negara, lain dari itu diskriminasi sosial yang selalu memandang sebelah mata para penghayat kepercayaan. Perbedaan keyakinan dengan umat maenstrem telah berdampak negative atas eksistensi  penghayat khususnya bagi kaum perempuannya.

Pada penerbitan kali ini, tulisan akan dimulai dengan pembahasan tentang nasib perempuan penghayat dalam realita. Selama ini masyarakat terlanjur mencap negatif terhadap identitas penghayat. Akibatnya berbagai prasangka harus mereka terima, mulai dari klenik sampai ateis. Alih-alih berontak dan mengadakan perlawanan, sebaliknya para penghayat dengan ajaran leluhurnya membalas polemic tersebut dengan berbagai kebijaksanaan. Budaya yang dipegang, merupakan ajaran spiritual  murni yang didasarkan pada tradisi asli nusantara. Adapun tulisan  dilanjutkan dengan melihat fakta tentang upaya penghayat dalam memperjuangkn hak-haknya dan pengembangan diri.

Setelah pemaparan fakta, tulisan selanjutnya adalah analisis regulasi yang berkiatan dengan hak-hak asasi perempuan penghayat, nasional maupun internasianal. Sampai saat ini, permaslahan yang dihadapi penghayat, tidak hanya inkonsistensi Negara atas regulasi yang dibuat, lain dari itu regulasi yang telah ada minim sosialisasi. Hal tersebut menjadi penting, mengingat sampai saat ini sosialisasi tentang hak-hak yang bisa diperjuangkan penghayat belum merata.

Baca Juga  eLSA Report on Religious Freedom XX

Tulisan selanjutnya membahas tentang berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pelanggatan KBB maupun penghayat kepercayaan secara umum. Akhirnya kami ucapkan selamat membaca. Download disini

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Harmoni, Kemanunggalan dan Rasa: Menyelami Jawa yang terus Bergerak

Oleh: Tedi Kholiludin Budaya Jawa yang Adaptif Saya hendak mengawali...

Panggung Sosial dan Lahirnya Stigma

Oleh: Tedi Kholiludin Kapan dan bagaimana stigma bekerja? Karya klasik Erving...

Meritokrasi dan Privilege: Dua Wajah dari Keadilan yang Pincang

Oleh: Alfian Ihsan Dosen Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Setiap...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini