Permasalahan diskriminasi penghayat di Indonesia seakan tidak ada habisnya. Sampai sekarang, kasus-kasus yang diliput redaksi masih seputar tindakan diskriminasi tersebut. Dalam hal ini negara seakan menutup telinga mendengar jeritan para penghayat. Bagaikan angin lalu, tidak ada perkembangan yang berarti dari tuntutan yang terus disuarakan para penghayat maupun aktifis pembela HAM.
Pada penerbitan kali ini, redaksi mengangkat tema besar seputar masalah status agama di KTP. Sebagaimana polemik sebelumnya, terlihat bahwa negara maupun masyarakat masih gagap menghadapi isu kebebasan berkeyakinan. Akhirnya, persepsi mayoritas tentang status agama yang harus tetap bercokol di KTP masih menjadi pendukung negara dalam mendiskriminasikan penghayat. Negara menutup mata akan diskriminasi lewat KTP yang dapat berdampak pada pelayanan lainnya sebagaimana pemakaman, perkawinan dampai akta kelahiran.
Tulisan selanjutnya adalah seputar tanggapan penghayat tentang isu pemakaman. Menurut mereka, sungguh aneh apabila masyarakat masih menolak pemakaman penghayat di lingkungan pemakaman umum. Karena sesungguhnya orang yang telah meninggal tidak akan mempermasalahkan status mereka. Redaksi kali ini ditutup dengan tulisan tentang pernikahan beda agama, yaitu bagaimana mensiasati keberlangsungannya.
Akhirnya redaksi mengucapkkan selamat membaca. Download Disini