Gagas Sekolah Damai, 30 Guru Agama di Jateng Kunjungi Gereja, Klenteng, dan Sanggar Kepercayaan

0
328
Foto Bersama: Guru agama Islam dari 15 SMK dan SMA di Jateng foto bersama dengan pengurus Kepercayaan Sapta Darma Kota Semarang usai dialog pada kunjungan, Sabtu 31 Maret 2018. Foto: Ceprudin

Semarang, elsaonline.com – Demi wujudkan sekolah damai, toleran, dan inklusif 30 guru agama Islam di Jateng kunjungi tiga rumah ibadah yang berbeda. Mereka mengunjungi Gereja St Theresia Bongsari Semarang, Klenteng Tay Kak Sie dan Sanggar Penganut Kepercayaan Sapta Darma.

Kunjungan untuk mengembangkan budaya damai di sekolah ini merupakan kerjasama Wahid Foundation dengan Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang. Wahid Foundation merupakan lembaga yang didirikan untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan ala Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid).

Senior Officer Capacity Building Wahid Foundation, Hafizen mengatakan kegiatan ini berawal dari kegelisahan orang tua. Mereka gelisah karena siswa khususnya yang duduk di bangku sekolah menengah sangat rentan terdoktrin ajaran radikal.

“Ini merupakan bagian untuk penguatan nilai keragaman dengan melakukan perjumpaan langsung bersama orang-orang yang memiliki keyakinan berbeda. Yang membuat kita saling curiga, salah satunya karena kita mengalami krisis perjumpaan. Krisis saling mengenal,” jelasnya, Sabtu 31 Maret 2018.

Perjumpaan langsung, lanjut Hafizen, sangat memungkinkan untuk saling berinteraksi, saling mengenal lebih dekat. Lalu kedepan memungkinkan untuk bekerja secara kolaboratif. ”Selanjutnya, para guru ini menginternalisasikannya di sekolah dalam rangka kerja-kerja perdamaian khusunya di Semarang dan Jateng,” tambahnya.

Sebagai informasi, 30 guru agama ini berasal dari 15 sekolah di Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Salatiga, dan Kabupaten Kendal. Selama tiga hari (30 Maret hingga 1 April 2018) para guru ini mengikuti training dan lokakarya ”pengembangan budaya damai di sekolah”.

”Di sela kegiatan training dan lokakarya ini kami ajak para guru untuk kunjungan,” pungkas Hafizen.

Di Gereja St Theresia Bongsari, para guru diterima Pastur Kepala Paroki Santa Theresia Bongsari Romo Eduargus Didik Cahyono. Dalam pertemuan ini ditekankan menjalin silaturahmi dan kerjasama untuk mencapai cita-cita perdamaian antar agama dan antar identitas yang berbeda.

Baca Juga  Berbincang Dengan Mualaf “Berani Mati” (II)

Romo menyampaikan, tren baru pelaku teroris sekarang dibawah 20 tahun. Tentu, kata Romo, yang menanamkan faham radikal itu bukan guru agama. Karena itu, yang harus dilakukan sekarang adalah penguatan guru agama untuk memproteksi anak-anak dari paham radikal.

”Paham itu kan disusupkan oleh kelompok tertentu. Untuk itu guru agama harus waspada dengan memfasilitasi bertemu, sehingga muncul sekolah rule model yang tanggap radikalisme , tanggap intoleransi,” tambah Romo.

Mendukung

Pastur kepala paroki Santa Theresia Bongsari Romo Eduargus Didik Cahyono mengaku sangat mendukung Wahid foundation dan eLSA yang bisa memahami agama dengan cara pandang yang berbeda.

Perwakilan eLSA, Khoirul Anwar mengatakan kunjungan itu bertujuan yang untuk mengembangkan pemahaman keagaman yang toleran di sekolah. Di institusi seperti SMA dan SMK itu pemahaman agamanya terbatas.

Terpisah, kelompok guru yang berkunjung ke rumah ibadah penganut Kepercayaan Sapta Darma Semarang mendapat sambutan hangat. Para guru diterima Ketua Kepercayaan Sapta Darma, Yudi S bersama warga sapta Darma lainya.

Pada kunjungan itu, dialog mendalam tentang kepercayaan berjalan selama dua jam. Para guru bertanya banyak tentang semua hal penganut kepercayaan. Termasuk tata cara sembahyangnya.

Di luar itu, pembicaraan mengenai diskriminasi terhadap siswa penganut kepercayaan juga dibahas. Selama ini, penganut kepercayaan memang kerap mendapat perlakuan berbeda di sekolah. Bahkan, ada siswa yang tidak naik kelas karena menganut kepercayaan.

“Karena itu, kami mohon kepada ibu bapak guru semua, perlakukan anak-anak kami secara sama dengan anak lain. Kami di Kota Semarang ada sekitar 300 an penganut Sapta Darma, semua anaknya sekolah di sekolah umum. Karena itu, kami berharap banyak kerpada bapak ibu guru,” papar Yudi. [Cep/002]

Baca Juga  Dulu, Jemaat Katolik Ibadah di Gereja Blenduk

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini