Halalbihalal di Kampus Kristen

Oleh: Muhamad Sidik Pramono

Hampir genap setahun saya menjadi mahasiswa pascasarjana di Fakultas Teologi Univeritas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga. Saya mendapatkan beasiswa yang diperuntukan untuk mahasiswa non Kristen. Beasiswa tersebut merupakan inisiasi dari Fakultas Teologi untuk program Magister Sosiologi Agama. Sebagai orang dengan agama Islam yang melanjutkan pendidikan di universitas Kristen terlebih di Fakultas Teologi banyak hal dan pengalaman baru telah saya lalui. Setidaknya ada dua hal yang paling berkesan bagi saya.

Pertama, iklim perkuliahan yang egaliter dan partnership. Hal jawaban inilah yang saya sampaikan ke Dekan Fakultas Teologi, Izak Lattu selepas ujian proposal tesis Rabu (31/7). Di beberapa tempat, iklim perkuliahan yang memosisikan mahasiswa sebagai comrade dalam membahas, membangun teoritisasi tidak banyak diimplementasikan. Hal tersebut hanya berhenti pada aras ide, seolah jauh panggang dari api.

Kedua, saya terlibat dalam kepanitian halalbihalal yang pertama kali dilaksanakan sepanjang berdirinya UKSW. Bagi saya, ini adalah pengalaman dan hal yang tentu tidak dapat terulang untuk kali kedua. Saya diminta Campus Ministry–sebuah lembaga pelayanan kerohanian di UKSW–untuk menjadi kepanitiaan momen yang bersejarah ini. Bagi saya ini adalah hal yang tidak terlupakan dalam ingatan selama proses pengudian ilmu di Kota Salatiga.

Sebagai Prototipe dan role model Baik

Bagi saya, menjadi bagian dari panitia acara halalbihalal untuk kali pertama di kampus Kristen adalah hal yang monumental. Hal ini dikarenakan momen tersebut hampir tidak mungkin dapat terjadi untuk kali kedua. Sebagai informasi, halalbihalal ini diadakan oleh UKSW diikuti oleh mahasiswa, pegawai yang beragama Islam. Namun, kawan-kawan yang beragama Kristen juga turut hadir dalam acara tersebut.

Baca Juga  Kota dan Imajinasinya tentang Desa

Diadakannya acara halalbihalal ini merupakan sebuah prototipe yang baik sebagai perwujudan dari inklusifitas dan juga toleransi hubungan umat Kristen dan Islam. Halalbihalal yang diadakan pada 26 April 2024 tentu diharapkan bukan menjadi acara pertama dan terakhit, namun dapat menjadi dorongan untuk kembali mengadakan acara serupa di tahun-tahun mendatang. Bagi saya, menggelar acara halalbihalal ini merupakan sebuah good will dari pihak universitas menghargai warga kampus yang beragama Islam.

Umat Kristen dan Muslim setidaknya dapat menjadikan Halalbihalal di UKSW ini sebagai sebuah gambaran dan juga role model dalam menjalin hubungan yang harmonis di masyarakat. Berkaca dari diadakannya halalbihalal ini, setidaknya kita dapat belajar beberapa hal. Pertama, walau civitas akademika beragama Islam di UKSW jumlahnya tidak lebih banyak dari yang beragama Kristen, penghargaan dan penghormatan terhadap kawan-kawan Muslim benar-benar dilakukan oleh pihak Universitas.

Kedua, sebagai institusi yang berbasis agama Kristen, umat Muslim juga diberikan keleluasaan dalam mengekspresikan praktik keberagamaannya. Ketiga, lewat penyelenggaraan halalbihalal UKSW juga turut memfasilitasi umat Muslim dalam menjalankan tradisi untuk merayakan momen lebaran. Sebagai institusi yang memiliki otoritas di lingkungan kampus, UKSW dapat menciptakan ruang yang inklusif bagi umat agama lain dalam dengan memfasilitasi digelarnya acara halalbihalal. Berkaca dari halalbihalal ini, seharusnya umat Muslim dapat meniru apa yang dilakukan oleh Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Belajar dari apa yang terjadi di UKSW ini, harusnya umat Islam tidak lagi melakukan penolakan, pelarangan doa, ataupun pembangunan gereja.

Antar Ilahi dan Manusiawi

Lewat halalbihalal, UKSW melakukan upaya pemenuhan, penjaminan, dan juga penghormatan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi civitas akademika yang beragama Islam. Halalbihalal yang digelar di UKSW menunjukan jika kampus tidak terjebak pada dogmatisme agama. Alih-alih dilihat sebagai sebuah acara atau ritual yang bertentangan dengan agama, halalbihalal dilihat sebagai sebuah ritual yang menyatukan dan merekatkan solidaritas hubungan Islam dan Kristen.

Baca Juga  Mekanisme “Bonding” dan “Bridging” Jemaat Ahmadiyah Semarang

Halalbihalal juga menjadi sarana untuk membangun ikatan sosial satu sama lain. Kemunculan halalbihalal di Indonesia juga didasarkan pada upaya untuk mempererat hubungan para stakeholder bangsa (Nulhasanah, 2023). Hal inilah yang menurut saya menjadi landasan bagi UKSW mendorong dan memfasilitasi terselenggaranya acara halalbihalal. Silaturahmi antara umat Islam dan Kristen melalui halalbihalal dapat diperkuat.

Halalbihalal bukan sebatas ritus agama yang dimiliki oleh umat Islam. Namun, halalbihalal merupakan ritus milik semua orang dari berbagai latar belakang agama di Indonesia yang dilaksanakan pada momen lebaran atau Idul Fitri. Dengan begitu, halalbihalal adalah ritus yang erat kaitannya dengan hubungan antar manusia (hablum minannas). Sedangkan Idul Fitri merupakan hari raya umat Islam yang erat kaitannya sebagai hubungan dengan Allah SWT (hablum minallah).

Pembedaan antara dua hal ini setidaknya yang menurut saya menjadi faktor penting diselenggarakannya acara halalbihalal di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Sebab, halalbihalal tidak dipandang sebagai ritual yang bertentangan dengan iman Kristen, sehingga acara tersebut diselenggarakan dan difasilitasi oleh institusi kampus. Besar harapan saya agar ke depan acara halalbihalal ini dapat terus diselenggarakan.

Refernsi:
Nulhasanah, L. (2023). Celebrating the victory and purification: halal-bihalal tradition in the Mangkunegaran Palace 1945-1978. SHAHIH: Journal of Islamicate Multidisciplinary, 8(1), 34–45.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini