Indonesia, Berbeda Tapi Indah

Romo Budi sedang meniup saksofon diiringi oleh Grup Qasidah el-Bita
Romo Budi sedang meniup saksofon diiringi oleh Grup Qasidah el-Bita
[Semarang –elsaonline.com] Indonesia, dalam segala perbedaannya memiliki keindahan saat kebersamaan. Itu tercermin dalam acara Halal bi Halal yang digelar di Gereja Katolik Kebondalem, Selasa (12/8). Setelah pemutaran kolaborasi Ave Maria dengan adzan, dilanjut kemudian dengan kolaborasi El-Bita group musik rebana IAIN Walisongo Semarang bersama Romo Aloys Budi Purnomo dengan memainkan trompetnya.

“Dalam hiruk pikuknya konflik perpecahan, kita tetap melakukan kebersamaan dalam perbedaan,” kata Lukas Awi Tristanto, redaktur Majalah Inspirasi. Ia berharap, kegiatan yang menghadirkan tokoh lintas agama dan berbagai elemen masyarakat tersebut dapat membawa pada kedamaian Indonesia. “Semoga kegiatan ini dapat membawa kedamaian pada kita, sebagai kaum yang berbeda tapi indah dalam kebersamaan”.

Fathuri Busyairi, pengurus Mesjid Agung Jawa Tengah dalam hikmah Idul Fitri menjelaskan bahwa manfaat hidup tergantung bagaimana kita memaknai hidup itu. Dengan gaya bicara yang khas, Fathuri menjabarkan kalau makna hidup ibarat orang mengambil mangga dari tangkainya. “Saya akan bercerita waktu saya ngaji, bahwa mengambil buah dari tangkainya jangan dilempar, karena akan terluka, lalu membusuk dan tak bermanfa’at. Itulah makna hidup,” terangnya.

Masih Fatkhuri, kerendahan hati penting dalam segala perbedaan dan situasi. “Setelah saya mengaji dari tokoh sufi Sofyan As-Sauri. Kita di mohon untuk menjadi pemaaf, saat kita disakiti. Kita harus berlapang dada, saat dianiaya.” Fathuri yang sehari-harinya nunggu masjid dan tadarus al-Qur’an, mampu pergi ke Amerika. “Berkat tinggal di masjid, saya bisa ke Amerika gratis,” kata Fatkhuri.

Fatkhuri lalu menjelaskan, bagaimana peran etnis cina dalam pengembangan Islam di Indonesia. “Saya menulis tesis “peranan Etnis Tionghoa dalam penyebaran Islam di Indonesia. Ketupat itu peninggalan orang Tiongkhoa saat penyebar Islam,” tambahnya. Menurut Fatkhuri, kategori orang baik tidak semata-mata dilihat dari banyaknya bicara. Tapi bagaimana dia bicara sedikit dan bekerja. “Orang baik, bicara sedikit dan fasih. Kita mengukuhkan kesejatian kita sebagai makhluk tuhan,” kata Fatkhur di akhir pembicaraan [elsa-ol/Yono-@cahyonoanantato]

Baca Juga  Mengisi Kolom Agama sebagai Langkah Negosiasi: Potret Penghayat di Solo
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Di Balik Ketenangan Jalsah Salanah di Krucil Banjarnegara

Oleh: Tedi Kholiludin Letak Dusun Krucil, Desa Winong, Kecamatan Bawang...

“Everyday Religious Freedom:” Cara Baru Melihat Kebebasan Beragama

Oleh: Tedi Kholiludin Salah satu gagasan kebebasan beragama yang...

Penanggulangan HIV dan Krisis Senyap di Garda Depan

Oleh: Abdus Salam Staf Monitoring Penanggulangan HIV/AIDS di Yayasan ELSA...

Fragmen Kebangsaan dari yang Ter(Di)pinggirkan

Oleh: Tedi Kholiludin Percakapan mengenai kebangsaan dan negara modern, sering...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini