Isra’ Mi’raj merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah hidup nabi Muhammad Saw., di mana beliau diperjalankan dari Masjid al-Haram di Makkah menuju Masjid al-Aqsa di Jerusalem, lalu dilanjutkan dengan perjalanan vertikal menuju Sidrat al Muntaha hingga bertatap muka dengan Allah. Peristiwa ini dikemudian hari hingga kini terus diperingati oleh umat Islam tiap bulan Rajab.
Para sejarawan muslim klasik berbeda pendapat terkait kapan sebenarnya peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi. Ibn Sa’d dan al-Waqidiy berpendapat, peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 17 Ramadlan. Ibn al-Munir dan al-Harbi mengatakan, terjadi pada malam 27 Rabiul Akhir. Sementara al-Nawawi memilki tiga pendapat, dalam Syarh Muslim ia mengatakan terjadi pada bulan Rabiul Akhir, dalam Fatawanya ia berpendapat pada bulan Rabiul Awal, sedangkan dalam kitabnya yang bertitel Raudlah al–Thalibin ia berpegang pada pendapat yang menyatakan terjadi pada bulan Rajab. Terlepas dari kesimpang siuran pendapat tersebut yang jelas umat Islam merayakannya tiap bulan Rajab. Hal ini mungkin yang lebih mendekati kebanaran, sebagaimana yang didakwakan oleh Jalaluddin al-Suyuthi bahwa pendapat yang masyhur adalah pada bulan Rajab.
Begitu juga terkait tempat di mana nabi Saw. diperjalankan, dalam keadaan terjaga ataukah tidur, hanya sekali ataukah berulang kali dan lain sebagainya, para sejarawan tidak lepas dari perbedaan pendapat. Karena sempitnya ruang pena dan sedikit manfaatnya, tulisan ini tidak akan mengkaji Isra’ Mi’raj dalam dimensi kesejarahannya, tapi lebih mengkonsentrasikan pada bagaimana peristiwa tersebut dihayati oleh para Sufi, mengingat –dalam pandangan penulis- hanya di tangan Sufilah Isra’ Mi’raj menemukan transformasi ajarannya.
Selengkapnya download e-Journal ELSA: Nomor 6 Volume 6 Januari 2019