“Di pesantren tradisional, yang namanya santri ya selalu menghormati kiainya. Bahkan tidak hanya terhadap sang kiai, terhadap keluarga atau bahkan tamu-tamu yang bertandang ke rumah sang kiai pun para santri juga akan menaruh rasa hormat, siapa pun tamu itu,” tulis doktor ilmu tafsir ini, dalam akun facebooknya, (28/4/16).
Dekan yang lama nyantri di Pesantren Futuhiyyah Meranggen, Demak ini menambahkan, umat Muslim tak perlu heran manakala melihat para santri mencium tangan Hary Tanoe.
“Jangan heran karena waktu itu Koh Hary Tanoesoedibjo bertamu ke rumah Kiai Said. Kita juga tidak perlu kaget ketika melihat bagaimana para santri Tebuireng mencium tangan Pak Amin Rais ketika mantan Ketua Umum PP Muhammadiyyah itu ikut bertakziyah atas wafatnya Kiai Abdurahman Wahid,” tambahnya.
Tak Salah Paham
Padahal, lanjutnya, para santri tahu betul bahwa Mantan Ketua MPR RI tersebut selalu berseteru dengan Kiai Abdurrahman Wahid yang merupakan mantan presiden. Karena itu, Arjun, sapaan akrabnya, berpesan kepada umat Muslim supaya tak salah memahami konteks santri yang mencium tangan turis-turis dari Barat.
“Kita tidak perlu salah paham manakala melihat para santri mencium tangan para bule yang datang bertamu dan melakukan penelitian di pesantren. Kalau para santri mencium tangan para tamu kiai-nya, bukan berarti mereka bodoh atau mendapat bayaran dari para tamu itu, melainkan karena mereka menghormati kiai-nya,” tegasnya.
Selaku dosen yang pernah nyantri, ia memahami bagaimana para santri yang tidak pernah berpikir untung rugi untuk sekadar menghormati sang kiai, keluarganya, juga tamu-tamunya. Terlebih mereka dikait-kaitkan dengan pemimpin Muslim dan non-Muslim seperti yang ramai dibincangkan sekarang.
“Mereka jelas sangat terlatih untuk hidup sederhana, ikhlas dan respek terhadap orang lain. Jangan samakan para santri itu dengan diri kita yang selalu berbuat sesuatu karena berpikir akan mendapatkan sesuatu yang lain.,” tandasnya.[elsa-ol/@Ceprudin/003]