Jangan Heran Jika Santri Mencium Tangan Hary Tanoe

MENDESKRIPSIKAN ISI BUKU: Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU H Rumadi Ahmad (pegang mic) mendeskripsikan isi buku ”fatwa hubungan antar agama di Indonesia” di aula Kampus I UIN Semarang, Selasa, (19/6/16) lalu.
MENDESKRIPSIKAN ISI BUKU: Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU H Rumadi Ahmad (pegang mic) mendeskripsikan isi buku ”fatwa hubungan antar agama di Indonesia” di aula Kampus I UIN Semarang, Selasa, (19/6/16) lalu.
[Semarang, elsaonline.com]– Belakangan media sosial ramai membincang para santri di salah satu pesantren yang menciumi tangan Ketua Umum Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang, Dr Akhmad Arif Junaidi berpesan, tak perlu heran jika para santri menciumi tamu kiai yang non-Muslim.

“Di pesantren tradisional, yang namanya santri ya selalu menghormati kiainya. Bahkan tidak hanya terhadap sang kiai, terhadap keluarga atau bahkan tamu-tamu yang bertandang ke rumah sang kiai pun para santri juga akan menaruh rasa hormat, siapa pun tamu itu,” tulis doktor ilmu tafsir ini, dalam akun facebooknya, (28/4/16).
Dekan yang lama nyantri di Pesantren Futuhiyyah Meranggen, Demak ini menambahkan, umat Muslim tak perlu heran manakala melihat para santri mencium tangan Hary Tanoe.

“Jangan heran karena waktu itu Koh Hary Tanoesoedibjo bertamu ke rumah Kiai Said. Kita juga tidak perlu kaget ketika melihat bagaimana para santri Tebuireng mencium tangan Pak Amin Rais ketika mantan Ketua Umum PP Muhammadiyyah itu ikut bertakziyah atas wafatnya Kiai Abdurahman Wahid,” tambahnya.

Tak Salah Paham
Padahal, lanjutnya, para santri tahu betul bahwa Mantan Ketua MPR RI tersebut selalu berseteru dengan Kiai Abdurrahman Wahid yang merupakan mantan presiden. Karena itu, Arjun, sapaan akrabnya, berpesan kepada umat Muslim supaya tak salah memahami konteks santri yang mencium tangan turis-turis dari Barat.

“Kita tidak perlu salah paham manakala melihat para santri mencium tangan para bule yang datang bertamu dan melakukan penelitian di pesantren. Kalau para santri mencium tangan para tamu kiai-nya, bukan berarti mereka bodoh atau mendapat bayaran dari para tamu itu, melainkan karena mereka menghormati kiai-nya,” tegasnya.

Baca Juga  Shinta Nuriyah: Sahur Bersama Sebagai Ungkapan Persaudaraan Sesama

Selaku dosen yang pernah nyantri, ia memahami bagaimana para santri yang tidak pernah berpikir untung rugi untuk sekadar menghormati sang kiai, keluarganya, juga tamu-tamunya. Terlebih mereka dikait-kaitkan dengan pemimpin Muslim dan non-Muslim seperti yang ramai dibincangkan sekarang.

“Mereka jelas sangat terlatih untuk hidup sederhana, ikhlas dan respek terhadap orang lain. Jangan samakan para santri itu dengan diri kita yang selalu berbuat sesuatu karena berpikir akan mendapatkan sesuatu yang lain.,” tandasnya.[elsa-ol/@Ceprudin/003]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Pasar Tradisional dan Masjid Emas sebagai Penanda Kawasan Muslim Quiapo, Manila Filipina

Oleh: Tedi Kholiludin Quiapo adalah sebuah distrik yang berada merupakan...

Beristirahat Sejenak di Kapernaum: Renungan Yohanes 2:12

Oleh: Tedi Kholiludin “Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama...

Dua Peneliti ELSA Presentasikan Hasil Risetnya di Pertemuan Jaringan Penelitian HIV Indonesia

Jaringan Penelitian HIV Indonesia (JPHIV-Ina) menggelar pertemuan jaringan...

Liquid Identity: Saat Identitas menjadi Sebuah Entitas Muas

Oleh: Muhamad Sidik Pramono (Mahasiswa Magister Sosiologi Agama Universitas...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini