
[Semarang – elsaonline.com] Menjelang Tahun Baru Imlek yang dikenal dengan Sintjia adalah salah satu momen sangat penting. Dibalik gempita perayaan, hari itu memiliki makna khusus bagi warga Tionghoa. Tahun baru Imlek 2565 ini, jatuh pada 31 Januari mendatang.
Bagi salah seorang warga keturunan Tionghoa, Lim (51), tradisi Imlek selalu dirayakan secara meriah. “Di mana pun saya pikir, tradisi Imlek sama saja. Seperti memberikan angpau, makan ikan, membersihkan rumah,” ungkap Lim saat ditemui selepas ibadah di Klenteng Tek Hay Bio Jalan Gang Pinggir No 105-107, Semarang, beberapa waktu lalu
Selain itu, pada hari imlek juga tak lepas dari seni barongsai dan liong dan tak makan bubur saat momen Imlek. Dikatakan Lim, perayaan Imlek memang identik dengan berbagai pernak-pernik yang sudah mentradisi. Namun itu bukan makna sebenarnya dari perayaan Imlek.
Menurutnya, berbagai ritual ini digelar sebagai bentuk penghormatan terhadap lingwei (meja abu) leluhur untuk bersembahyang. Begitupun dengan penggunaan warna merah saat perayaan Imlek.
“Saat Imlek, warna merah adalah sebagai simbol kebahagiaan dengan harapan di kehidupan mendatang akan memperoleh yang lebih baik. Tapi dalam beberapa tahun terakhir ini, berpakaian merah pun sudah jarang,” ujar pengusaha makanan ringan ini.
Selain itu, lanjutnya, dalam tradisi pembagian angpau, selalu menjadi yang ditunggu-tunggu saat perayaan Imlek, terutama bagi mereka yang belum menikah atau berkeluarga. Menurutnya, angpau dengan warna merah menjadi simbol keberuntungan dengan harapan penerima bisa mendapatkan keberuntungan berupa jodoh yang sempurna.
“Namun, makna di balik pemberian angpau ini pun sudah bergeser dengan hanya mengharapkan besaran nominal uangnya. Padahal, seharusnya bagi kalangan muda bisa mengambil makna atau nilai yang terkandung di balik perayaan Imlek tersebut. Termasuk saat menerima angpau,” terang ayah tiga anak. [elsa-ol/Munif]