”Dengan adanya pertemuan ini, tujuannya supaya saling memahami bahwa ternyata masing-masing juga mempunyai ajaran baik. Oh, ajaran A, juga mempunyai kelebihan, aliran B juga sama mempunyai ajaran yang baik,” katanya, pada sosialisasi penghayat kepercayaan dan gagasan menuju Brebes Inklusif Aula Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes, Selasa, (24/5/16).
Kegiatan ini merupakan serangkaian dengan rencana gagasan menuju Brebes Inklusif dalam keberagamaan dan tradisi. Hadir pada kegiatan ini dari perwakilan penganut Sapta Darma, Medal Urip, dan Trijaya. Hadir juga dari FKUB, kejaksaan, perangkat desa, kecamatan yang warganya terdapat penghayat kepercayaa, kementerian agama, serta forum SKPD yang berkaitan dengan pelayanan agama dan kepercayaan.
Menurut Kadinas, selain saling memahami bahwa ajaran yang baik, masing-masing kelompok juga harus memahami bahwa ajaran sendiri juga mempunyai kelemahan. Sehingga, katanya, akan timbul kesadaran bahwa ajaran yang berbeda itu saling melengkapi.
”Kalau sudah demikian, maka terjadilah hubungan yang baik dan toleransi. Nah inilah yang diharapkan oleh kita. Jika demikian, nantinya tidak terjadi konflik-konflik di tempat kita (Brebes),” harap Amin.
Ia menyampaikan, sejatinya kepercayaan atau yang sekarang disebut dengan penghayat kepercayaan sudah ada sebelum agama-agama masuk ke Indonesia. Di Kabupaten Brebes sendiri, lanjutnya, penghayat cukup banyak dan tersebar di beberapa kecamatan, dan beberapa desa.
”Para penganut agama dan penganut kepercayaan kami harapkan bersatu dalam bingkai keharmonisan, sehingga sedang kita gagas apa yang dinamakan dengan Brebes Inklusif. Brebes Inklusif ini yang bagaimana, yakni yang berwawasan toleransi antara penganut penghayat kepercayaan dan yang beragama,” tegasnya.
Amin juga tidak memungkiri bahwa di Kabupaten Brebes terdapat konflik atas dasar agama dan kepercayaan. Dua contohnya yakni konflik pembangunan rumah ibadah di Kecamatan Tanjung dan konflik penolakan pemakaman di Desa Siandong, Kecamatan Larangan.
”Barangkali di daerah Tanjung itu pernah terjadi konflik dalam pendirian rumah ibadah. Dimana agama tertentu tidak boleh mendirikan rumah ibadah. Inilah konflik yang tidak kita inginkan. Dalam relasi sosial, masing-masing agama atau kepercayaan tidak boleh merasa kelompok sosialnyalah yang paling tinggi dari kelompok yang lain,” sarannya.
Pada kesempatan itu, Amin juga menyinggung tentang pelayanan administrasi kependudkan. Harusnya, kata dia, pelayanan birokrasi, pelayanan kependudukan jangan sampai membeda-bedakan keyakinan antara pelayanan terhadap penganut agama dan kepercayaan.
”Karena itu kita undang juga dari Dinas Dukcapil. Kan sempat ada kasus dalam KTP tidak boleh mengosongkan (untuk kepercayaan), nah harapan kita kedepan bisa diberikan sesuai dengan amanat undang-undanga. Sekarang juga sudah dapat menikahkan dengan cara penghayat kepercayaan. Inilah yang kita harapkan jangan sampai ada pembedaaan,” tandas Kadinas. [elsa-ol/@Ceprudin/003]
Menyampaikan Materi: Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Brebes Amin Budiharjo menyampaikan materi pada sosialisasi penghayat kepercayaan dan gagasan menuju Brebes Inklusif Aula Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes, Selasa, (24/5/16). Foto: Ceprudin