KADIN DP3AKB Jateng: Perlu Kebijakan untuk Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan

Semarang elsaonline.com Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Jawa Tengah Retno Sudewi memerlukan aturan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak sebelum kasunya bertambah.

Berdasarkan data Tim Terpadu Penangan Konflik Sosial (Timdu TPKS) Kementerian Dalam Negeri mengalami peningkatan. Pada tahun 2020 terdapat 71 kasus naik dua kali lipat dari tahun 2019 sebanyak 31 kasus.

“Bagaimana respon kita? Jangan menunggu kasus menanjak lagi dan perlu pencegahan dengan melakukan aksi nyata melalui kebijakan,” tuturnya dalam Workshop Penyusunan Rencanan Aksi Daerah Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial” dengan Aman Indonesia di Hotel Edge Semarang, Rabu, 15 Desember 2021.

Perempuan Kelahiran Klaten mengutarakan kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam konflik itu nyata dan tidak bisa dihindari. Diperlukan tindakan pencegahan.

“Apabila konflik sudah terjadi akan lebih susah untuk menanggulanginya, oleh karenanya diperlukan antisipasi yang dilakukan secara komprehensif dan bersama-sama,” ungkapnya.

Ia menjelaskan konflik sosial, intoleransi, radikalisme, ekstrimisme memiliki tendensi pada kekerasan. Radikalisme berposisi dipucuk berdasarkan bentuk kekecewaan secara kolektif dan distorsi pemahaman tertentu.

“Radikalisme juga bisa berawal dari dari kepercayaan, ideologi politik didukung jejaring sosial dengan kepemimpinan kharismatik,” jelas Alumnus Universitas Gajah Mada itu.

Penanganan konflik dilakukan oleh pemerintah perlu mencerminkan asas hak asasi manusia. Landasan, kebangsaan dan kekeluargaan mengacu pada Bhinneka Tunggal Ika agar masyarakat damai.

“Dasar-dasar tersebut dapat dijadikan menghadapi konflik, bencana alam, pandemik. Konflik ditangani untuk memulihkan masyarakat harus segera dilakukan,” kata perempuan peraih Satyalancana Karya Satya XX Tahun 2016.

Mantan Ketua Instalasi Farmasi RSU Tugurejo menuturkan, keadaan konflik memicu perempuan dan anak menjadi korban.

Baca Juga  Narasumber Harus Tahu Kode Etik Jurnalistik

Keadaan sosial politik terdikriminasi oleh lingkungan terdekat, seperti suami, guru, dan ayah. Minimnya akses informasi dan pengetahun. Budaya patriarki. Kemiskinan struktural.

“Faktor-faktor itu jadi penyebanya,” tutur perempuan pemegang gelar Magister Manajemen USM Semarang.

Dirinya mengklaim, instansinya tidak tinggal diam. Upaya dinas dan tim telah membentuk agen perdamaian dan mennggunakan strategi-strategi mengentaskan kekerasan.

“Penguatan diri pada perempuan. Menginisasi kelompok diskusi untuk meningkatkan kemampuan (skill) perempuan. Penguatan jaringan perempuan untuk menolak faham intoleransi dan radikalisme Meningkatkan kapasitas perempuan dan partisipasi dalam mengambil keputusan. Membangun pola relasi seimbang dengan berbagai pihak untuk pengembangan positi. Membangun multi-dialog untuk perempuan dan anak,” pungkasnya.

Pada diskusi tersebut dihadiri oleh perwakilan dinas Provinsi Jawa Tengah dan lembaga swadaya masyarakat dengan konsen advokasi perempuan dan anak.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Nahdlatul Arabiyyah Semarang: Jejak Keturunan Arab yang Terlupakan (Bagian Pertama)

Oleh: Tedi Kholiludin Pertumbuhan organisasi keturunan Arab di Hindia Belanda...

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini