Kejujuran, Prinsip dasar Penghayat Panunggal

Budi Usmanto, sesepuh Panunggalan.
Budi Usmanto, sesepuh Panunggalan.

[Surakarta –elsaonline.com] Dalam menjalankan penghayatan, setiap penghayat kepercayaan memiliki prinsip dasar sebagai landasan untuk memahami hidup ini. Bagi Penghayat Kepercayaan Panunggal yang menjadi prinsip dasar keluhuran dalam kehidupan adalah kejujuran. Sebab apabila semua orang itu memiliki sifat kejujuran, maka kehidupan ini akan damai.

“Prinsip dasar keluhuran itu ya kejujuran, selain itu manusia harus paham dan arti penting budi luhur dan itu harus dituntut apabila mereka ingin kehidupan yang damai”, kata Budi Usmanto, selaku Sesepuh Peguyuban Pangudi Kawruh Kasuksman “Panunggal”, Surakarta, Sabtu (3/5).

Apabila manusia itu, lanjutnya, berbohong sedikit meskipun sedikit maka ia akan mendapatkan balasannya. Balasan itu bisa di dunia maupun di alam lain. “Sanksinya bagi orang yang berbohong itu nanti ada sendiri apabila manusia itu tidak jujur”, jelasnya.

Dengan begitu, lanjutnya, terserah dia itu mau mempelajari apa pun, termasuk pendidikan agama apapun yang penitng nanti dia itu mengetahui tujuan dari kehidupan ini. Apabila ia sudah mengetahui arti dan makna hidup ini, maka dia akan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan budi luhur. Sehingga penghayat Panunggal membebaskan apakah anggotanya itu mau menjadi penghayat murni atau sambil beragama. Karena yang terpenting mereka itu paham budi luhur.

Usmanto, sapaan akrabnya, menyatakan dalam penghayat Panunggal yang paling ditekankan adalah prakteknya. Selain itu juga laku (amalan) yang harus dilakukan agar ia menemukan hakikat dari hidup ini. Sehingga pangudi (anggota) penghayat Panunggal tidak bisa dilakukan oleh anak-anak. Biasanya hanya orang-orang dewasa yang bisa melakukan laku­-nya.

“Biasanya umur 17 tahun ke atas mereka yang bisa ikut bergabung di penghayat kami, karena memang berat dalam laku yang dilakukan, ya silahkan saja kalau mereka ingin ikut, kami tidak ada pengkaderan, makanya tidak ada pemecatan juga, yang penting mereka jangan sampai membawa nama paguyuban sehingga menjadi jelek nama paguyuban”, tandasnya. [elsa-ol/Wahib-@zainal_mawahib]

Baca Juga  Saling Bersinergi untuk Kedamaian Negeri
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Memahami Jalur Eskalasi dan Deeskalasi Konflik

Oleh: Tedi Kholiludin Konflik, dalam wacana sehari-hari, kerap disamakan dengan...

Tiga Pendekatan Perdamaian

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam artikel “Three Approaches to Peace: Peacekeeping,...

Wajah-wajah Kekerasan: Kekerasan Langsung, Kekerasan Struktural dan Kekerasan Kultural

Oleh: Tedi Kholiludin Johan Galtung (1990) dalam Cultural Violence membagi...

Memahami Dinamika Konflik melalui Segitga Galtung: Kontradiksi, Sikap dan Perilaku

Oleh: Tedi Kholiludin Johan Galtung dikenal sebagai pemikir yang karyanya...

Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2024

ELSA berusaha untuk konsisten berbagi informasi kepada public tentang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini