Tahun 2009, Wagiman Kali Pertama Menikahkan Pasangan Penghayat

Ki Wagiman Danu Rusanto (kanan)
Ki Wagiman Danu Rusanto (kanan)

[Semarang –elsaonline.com] Meski oleh negara dianggap sebagai kelompok “agama yang belum diakui,” mereka tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang No 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang sekarang direvisi dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dan PP No 37 tahun 2007 pasal 61 ayat 2.

Dengan adanya peraturan ini lah maka dalam mengisi kolom agama dalam identitas diri diisi kepercayaan atau dikosongkan, namun hal-hal yang ada kaitannya dengan penghayat kepercayaan tetap dilayani pemerintah. Termasuk dalam hal pernikahan, maka para penganut kepercayaan juga mulai melakukannya secara penghayat kepercayaan.

Misalnya Ki Wagiman Danu Rusanto, salah satu tokoh adat yang juga sebagai Ketua Pusat Penghayat Pelajar Kaweruh Jiwa menikahkan sepasang penghayat kepercayaan pertama kali pada tahun 2009. Sepasang penghayat tersebut adalah Sari Mulyaningsih, anak keduanya yang menikah dengan Agus Apriyadi. Pernikahan itu terjadi tepatnya pada tanggal 18 Februari 2009 di Kabupaten Semarang.

“Dulu para pejabat ada yang belum mengetahui tentang peraturan pernihakan penghayat, kalau dulu ketika mau menikahkan anak perempuan saya, Pak Camat belum tahu makanya Pak Camat tidak mau menandatangi, setelah melakukan koordinasi, akhirnya Pak Camat menandatangi berkas-berkas surat pernikahan”, kata Wagiman, pemuka penghayat yang mendapatkan sertifikasi dari Kementerian Budaya dan Pariwisata untuk menikahkan menurut penghayat kepercayaan yang dianut, Minggu (4/5).

Wagiman mengaku pada awalnya memang sedikit kesulitan ketika mau mengurusi berkas-berkas yang berkaitan dengan administrasi pernikahan ini. Namun karena adanya koordinasi yang jelas dan baik, akhirnya penghayat Kaweruh Jiwa bisa melakukan pernikahan sesuai dengan kepercayaannya.

“Setelah mengurusi pernikahan yang pertama kali itu, saya mudah ketika mengurusi pernikahan anak saya yang ketiga, pernikahannya baru tahun kemarin, tanggal 10 Desember 2012”, jelasnya.

Baca Juga  Memorandum FKUB dan IMB 1998 yang tidak Otomatis Gugur

Ia menekankan bahwa kalau penghayat kepercayaan pada sekarang ini sulit ketika mengurusi administrasi kependudukan itu mudah. Hanya saja karena komunikasi yang kurang baik yang menjadikan sulit. Dengan adanya komunikasi dan penjelasan yang baik, maka hal itu akan menjadi baik-baik saja.

“Kalau sudah ada koordinasi dengan baik dengan pejabar pemerintah, ya mungkin pejabatnya ada yang belum tahu soal ini, mungkin tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan, yang penting kita berani untuk menyampaikan sesuai peraturan yang ada”, tandasnya kepada elsaonline.com ketika ditemui di kediamannya, Segiri, Kabupaten Semarang. [elsa-ol/Wahib-@zainal_mawahib]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Pasar Tradisional dan Masjid Emas sebagai Penanda Kawasan Muslim Quiapo, Manila Filipina

Oleh: Tedi Kholiludin Quiapo adalah sebuah distrik yang berada merupakan...

Beristirahat Sejenak di Kapernaum: Renungan Yohanes 2:12

Oleh: Tedi Kholiludin “Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama...

Dua Peneliti ELSA Presentasikan Hasil Risetnya di Pertemuan Jaringan Penelitian HIV Indonesia

Jaringan Penelitian HIV Indonesia (JPHIV-Ina) menggelar pertemuan jaringan...

Liquid Identity: Saat Identitas menjadi Sebuah Entitas Muas

Oleh: Muhamad Sidik Pramono (Mahasiswa Magister Sosiologi Agama Universitas...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini