
[Semarang –elsaonline.com] Puluhan bendera dengan berbagai warna berkibar, mengelilingi Tugu Air Mancur Jalan Pahlawan, Semarang. Jalan di depan pusat pemerintahan Jawa Tengah itu terpantau ramai lancar. Sepanjang trotar, tampak puluhan aparat dari kepolisian berjaga-jaga lengkap dengan persenjataannya.
Seberang tugu, yang merupakan eks Videotron, terdapat panggung rakyat yang sangat sederhana. Tak lain, mimbar berbegroun merah itu merupakan panggung rakyat “Obor Marsinah”. Komite obor marsinah Jakarta tiba di Semarang, Senin (5/5) sore, disambut komite obor marsinah Semarang.
“Kami merinding melihat puluhan bendera Marsinah yang tegak berkibar di Tugu Air Mancur itu. Bagi kami ini sambutan yang sangat luar biasa waw! Ini merupakan simbol dari persatuan kita atas ingin bebas, berkeadilan,” tutur Mutiari, perwakilan Komite Obor Marsinah Jakarta, Perempuan Mahardika.
Obor Marsinah, merupakan refleksi 21 tahun meninggalnya seorang aktifis buruh di Jawa Timur bernama Marsinah. Komite Obor Marsinah ini diprakarsai oleh beberapa elemen organisasi pro demokrasi dan peduli atas penegakan HAM di Indonesia.
Komite obor ini dibuka, 30 April di Jakarta kemudian dilanjutkan ke Bekasi, Karawang, Cirebon, Batang dan kemarin tiba di Semarang. Rencananya, Komite Obor Marsinah akan berakhir di Surabaya, dimana tempat Marsinah dieksekusi oleh tentara.
“Marsinah tewas mengenaskan dianiaya tentara dengan ditusuk pada bagian kemaluannya. Kasus ini dikriminalisasi sehingga 11 buruh lainnya keluar dari perusahaan dan satu di antaranya dituduh melakukan pembunuhan. Kasus ini hampir terlupakan, mari melawan lupa,” lanjut Mutiari.
Sejak sekira pukul 15.00 kemarin, masa obor marsinah Jakarta dan Semarang melakukan orasi secara bergantian. Masing-masing menyampaikan aspirasi yang pada intinya sepakat untuk bersatu. Bersatu dianggap penting untuk menggalang kekuatan demi mewujudkan pemerintah yang peduli HAM, bukan pelanggar HAM.
Pro Pengusaha

Orator perwakilan eLSA Semarang, Yayan M Royani menyinggung soal hegemoni pengusaha terhadap penguasa. Dalam orasinya Yayan menyindir pemerintah yang terlalu manut kepada pengusaha. Dalam pandangannya, belum ada kepala daerah atau pemerintah yang betul-betul berpihak pada rakyat.
“Setelah kita amati, selama ini belum ada pemerintah baik itu gubernur atau presiden yang betul-betul peduli rakyat. Dalam penetapan upah minimum saja, buktinya buruh masih diinjak-injak, setiap demo tak pernah di dengar. Penguasa masih tunduk pada pemodal,” tuturnya.
Semakin sore aksi semakin ramai. Berbagai elemen di Semarang hadir sebagai bukti rasa simpati dan rasa bersama untuk menegakkan HAM. Tak sekadar hadir, masing-masing elemen juga secara bergantian melakukan orasi, di antaranya perwakilan, LBH Jateng, LRC-KJHAM, Gerbang, KSPN, dan AJI Kota Semarang.
“Jangan sampai kita memilih calon penguasa yang militersitik, jika tidak ingin kasus Marsinah terulang. Kita harus tuntut dan usut siapa dalang dan pelaku pembunuhan marsinah yang hingga 21 tahun belum terungkap. Aparat harus terus mengusut hingga pelakunya tertangkap dan diberikan hukuman setimpal,” tandas Yayan.
Acara panggung rakyat berakhir seiring adzan maghrib berkumandang. Usai pagelaran panggung rakyat, agenda berikutnya nonton film dokumentasi bagaimana Marsinah meninggal dan dikriminalisasi. Usai nonton, peserta melakukan diskusi dengan diakhiri menyalakan 21 obor bambu, sesuai usia kematian marsinah. [elsa-ol/Ceprudin-@Ceprudin]