Ketua NU Jateng: Saya Siap Menjelaskan Hermeneutika

[Semarang -elsaonline.com] Ada tiga metode dalam berbahtsul masail (membahas persoalan-persoalan keagamaan). Pertama, menjawab masalah hanya mengandalkan keterangan yang tertulis dalam kitab-kitab fikih klasik atau biasa disebut dengan kitab kuning.

Kedua; kelompok yang menggunakan metode ushuli, yakni dengan pendekatan metodis. Kelompok ini ada dua cara pandang yang berbeda, yakni kelompok yang bertumpu pada pendekatan linguistik (lughawi), dan filosofis atau memperhatikan maqashidus syari’ah.

Ketiga; Memecahkan persoalan dengan pendekatan hermeneutik, yakni hermeneutik dijadikan sebagai metode istinbathul hukmi dalam bahtsul masail.

Hal itu disampaikan oleh Drs. H. Abu Hapsin, Ph.D Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah (Jateng) saat membuka acara Bahtsul Masa’il Ula di Hotel Dalu Semarang pada Sabtu (29/03).

Lebih jauh Abu menjelaskan, bahwa model penafsiran atau ijtihad yang dicampur dengan hermeneutik hasilnya belum dapat diterima oleh kebanyakan kyai. Abu mencontohkan, pada Muktamar 2004 di Solo para kyai-kyai NU mayoritas menolak penggunaan hermeneutika sebagai metode istinbathul hukmi.

Namun demikian penolakan para kyai itu lebih didasarkan pada identitas hermeneutika itu sendiri yang dilahirkan bukan dari rahim tradisi ilmu-ilmu keislaman, tapi lahir dari Barat. Oleh karena itu dalam praktiknya ada kyai yang menerima, terbukti Abu sendiri pernah diminta para kyai Jawa Tengah untuk menjelaskan hermeneutik.

“Saya sendiri pernah diundang untuk menjelaskan hermeneutik oleh alm KH. Masruri yang saat i tu menjadi Rais Syuriyah di Pondoknya,” jelas Abu sambil mengenangnya.

Dalam acara yang dihadiri oleh Rois Syuriyah PWNU Jateng, KH. Ubaidillah Shodaqoh, dan jajaran pengurus syuriyah lainnya itu Abu Hapsin mengajak kepada para kyai peserta bahtsul masa’il untuk tidak antipati dengan temuan-temuan metodologi baru dalam menggali hukum Islam.

Baca Juga  Kaum Perempuan dalam Tradisi Kristen dan Islam

“Jika bapak kyai ingin tahu tentang hermeneutik maka saya siap memberi tahu, tapi hanya sebatas memberi tahu. Jadi nanti kyai tidak hanya memegang kitab kuning, tapi juga kitab putih yang berbahasa inggris dan Jerman,” pungkasnya. [elsa-ol/KA-@khoirulanwar88]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Memahami Dinamika Konflik melalui Segitga Galtung: Kontradiksi, Sikap dan Perilaku

Oleh: Tedi Kholiludin Johan Galtung dikenal sebagai pemikir yang karyanya...

Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2024

ELSA berusaha untuk konsisten berbagi informasi kepada public tentang...

Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2023

Laporan tahunan kehidupan keagamaan di Jawa Tengah tahun 2023...

Nahdlatul Arabiyyah Semarang: Jejak Keturunan Arab yang Terlupakan

Oleh: Tedi Kholiludin Pertumbuhan organisasi keturunan Arab di Hindia Belanda...

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini