Kritik Wacana Islam

Oleh: Khoirul Anwar


“Pembacaan ideologis menuntut upaya-upaya mendapatkan kuasa dalam rangka menggeneralisasi kebenaran-kebenaran pembacaan teks agama akhirnya menjadi altar peperangan pembacaan interpretatif, yakni tempat bagi peperangan kekuasaan.

Artinya, pembacaan ideologis berperan mengubah teks-teks keagamaan menjadi sarana mendominasi.”

[Adonis]

I. PROLOG

Penggunaan judul dengan kalimat “Kritik wacana Islam (Naqd al-Khithâb al-Islâm)“ bukan tanpa tujuan, tapi judul ini sengaja digunakan untuk membedakan isi tulisan dalam makalah ini dengan buku Nasr Hamid Abu Zaid yang bertitel “Naqd al-Khithâb al-Dînî” yang kemudian diindonesiakan oleh Khoiron Nahdiyyin dengan judul “Kritik wacana agama”. Kendati isi dan pembahasannya berbeda, namun tulisan ini berusaha ikut serta membicarakan “upaya dekonstruksi dan rekonstruksi pemahaman agama” yang akhir-akhir ini marak dibicarakan, mulai dari Mohammed Arkoun melalui proyek “Kritik Nalar Islam”, Abid al-Jabiri dengan “Kritik Nalar Arab” hingga Abu Zaid melalui “Kritik Wacana Agama.”

Upaya bongkar pasang pemahaman Islam mutlak diperlukan mengingat sikap pembebekan yang terjadi di dalam tubuh pemeluk agama ini kian hari bertambah subur. Karena sikap taqlid ini Islam terlihat tidak lagi menawan, dapat berdialog dengan kondisi masyarakat kekinian, dan dapat mengurai problematika hidup. Sikap pembebekan mengandaikan bahwa masa lalu adalah masa kini dan mendatang, sehingga capaian umat Islam masa lalu (termasuk pada masa Nabi Muhammad Saw. dan sahabatnya) diyakini selalu relevan, baik untuk masa sekarang maupun mendatang. Padahal produk masa lalu (turâts) hanya diciptakan demi memenuhi selera kondisi sosial masyarakat saat itu, sehingga muhal untuk dapat ditarik kembali ke masa kini.

Kendati demikian upaya mereinterpretasi “wacana Islam” selalu saja dihadang oleh klaim sesat dan murtad, klaim-klaim tersebut sengaja mereka buat demi menjaga produk pemikirannya. Ahli fikih masa lalu sendiri dalam “anggitannya” sering kali memberikan ancaman “Barang siapa yang mengingkari hal ini maka ia keluar dari Islam”. Sesungguhnya klaim-klaim seperti ini tidak lebih dari cara promosi agar pemikiran mereka dianggap satu-satunya kebenaran sehingga pada gilirannya akan diikuti oleh masyarakat. Oleh karena upaya bongkar pasang pemahaman agama harus dimulai dari yang pokok (asâs al-Islâm); yakni mengkaji Muhammad Saw. selaku penerima dan penyampai Islam pertama, membedah al-Quran, Hadis, dan ditutup dengan salah satu upaya tafsir alternatif.

Baca Juga  Kampanye Anti Diskriminasi dan Kebebasan Beragama V

Download Makalah

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Pasar Tradisional dan Masjid Emas sebagai Penanda Kawasan Muslim Quiapo, Manila Filipina

Oleh: Tedi Kholiludin Quiapo adalah sebuah distrik yang berada merupakan...

Beristirahat Sejenak di Kapernaum: Renungan Yohanes 2:12

Oleh: Tedi Kholiludin “Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama...

Dua Peneliti ELSA Presentasikan Hasil Risetnya di Pertemuan Jaringan Penelitian HIV Indonesia

Jaringan Penelitian HIV Indonesia (JPHIV-Ina) menggelar pertemuan jaringan...

Liquid Identity: Saat Identitas menjadi Sebuah Entitas Muas

Oleh: Muhamad Sidik Pramono (Mahasiswa Magister Sosiologi Agama Universitas...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini