Narasumber Harus Tahu Kode Etik Jurnalistik

M. Rofiuddin
M. Rofiuddin

[Semarang –elsaonline.com] Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Semarang berharap bahwa masyarakat umum, termasuk narasumber berita harus mengetahui tentang kode etik jurnalistik. Pasalnya, apabila narasumber juga mengetahui kode etik, maka ini akan menjadi lebih mudah dan lancar dalam pelaksanaan kode etik jurnalistik.

“Bagi wartawan sudah seharusnya ia mengetahui dan juga mentaati kode etik jurnalistik, bahkan tidak hanya jurnalis tetapi juga narsumber, sebab adanya kode etik ini yang akan menjaga independensi dalam pemberitaan”, kata Rofi’udin dalam acara Sosialisasi Pedoman Perilaku Jurnalis Indonesia di Kantor Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA), Rabu (30/4) malam.

Menurut Sekretaris AJI Semarang ini, apabila seorang narasumber itu juga mengetahui tentang kode etik jurnalistik, maka kejadian seperti suap-menyuap antara jurnalis dan narasumber tidak akan terjadi. Bahkan narasumber juga berhak menanyakan identitas jurnalis tersebut. Hal ini untuk mengetahui dengan jelas status jurnalis tersebut, sebab sekarang ini sudah marak sekali wartawan bodrex.

“Kalau seandainya narasumber merasa diperas atau dimintai uang, tindakan seperti ini bisa narasumber bisa melaporakan wartawan tersebut ke polisi, sebab ini sudah masuk ke ranah pidana yaitu pemerasan”, jelas Rofi’, sapaan akrabnya.

Pedoman

Selain kode etik jurnalistik yang harus diketahui, lanjut Rofi, jurnalis juga harus mengetahui tentang pedoman perilaku seorang jurnalis. Ia memberikan alasan bahwa pasal-pasal yang mengatur seorang jurnalis dalam kode etik jurnalistik masih berupa peraturan yang bersifat umum. Sedangkan untuk lebih detailnya dijelaskan di dalam pedoman perilaku jurnalis. Dengan dasar itulah AJI mengeluarkan sebuah pedoman yang disebutnya sebagai Pedoman Perilaku Jurnalis Indonesia.

”Pedoman ini disusun layaknya seperti penjelasan dari kode etik jurnalistik yang sudah ada, dalam penyusunannya pedoman ini disusun dari proses yang panjang dan dibuat secara ideal mungkin dan menggunakan standar tinggi”, terangnya. [elsa-ol/Wahib-@zainal_mawahib]

Baca Juga  Siasat Gerindra “Memurnikan” Agama
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Nahdlatul Arabiyyah Semarang: Jejak Keturunan Arab yang Terlupakan (Bagian Pertama)

Oleh: Tedi Kholiludin Pertumbuhan organisasi keturunan Arab di Hindia Belanda...

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini