Semarang elsaonline.com Mempersiapkan peserta didik agar mampu bersaing secara kemampuan diperlukan strategi yang ciamik. Mula-mula menanamkan soft skill lalu memberikan kebutuhan religius berupa ajaran agama dan wawasan kebangsaan.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Padma Ningrum menjelaskan kebutuhan peserta didik untuk program generasi Indonesia emas 2045 harus memiliki keseimbangan.
“Tidak sekadar menonjol di soft skill saja. Guru juga perlu memperhatikan peserta didik dari segi ajaran agama dan wawasan kebangsaan,” tuturnya yang disampaikan saat acara Forum Group Disuccsion bertema “Pokja Perumus Draft Usulan Kebijakan Sekolah Dami dan Pro Toleransi di Jawa Tengah” pada Senin, (3/05/2021) siang.
Lulusan Program Pascasarjana Doktoral UNY, mengungkapkan keterlibatan guru PKN dalam pembekalan wawasan kebangsaan harus kontekstual. Pasalnya, kebutuhan transfer ilmu pengetahuan digunakan untuk menjaga ideologi negara.
“Guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) penting untuk menyemai nilai-nilai kebangsaan pada peserta didik sejak satuan pendidikan,” ucapnya.
Selain wawasan kebangsaan, pemenuhan kebutuhan religius juga diperlukan untuk menambahkan rasa keimanan. Alumnus SMAN 1 Semarang, menjelaskan bahwa tenaga pendidik pelajaran agama harus menjadi pembimbing organisasi di ekstrakulikuler.
“Organisasi agama seperti Rohis, seharusnya dibimbing oleh pengajar yang tergabung dengan Asosiasi Guru Pelajaran Agama bukan orang luar,” tambahnya.
Perempuan asal Semarang menegaskan bahwa toleransi dan inkulsivitas peserta didik tercermin dari tenaga pengajar. Ia juga mengajak kepada Yayasan Elsa Semarang untuk membuat road map tentang sekolah damai di Jawa Tengah.
Ketua Yayasan Elsa Semarang Tedi Kholiludin pun menanggapi ajakan dari perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pendidikan Provinsi Jawa Tengah.
“Harapannya sekolah damai menjadi gambaran umum. Diperlukan kebijakan untuk menginternalisasi toleransi kepada peserta didik, sehingga situasi eklusivisme tidak dapat tumbuh,” ungkapnya.
Dosen Unwahas tersebut bersedia untuk bekerjasama dengan pemerintah untuk mewujudkan dua pilar pembangunan berupa kegiatan anti korupsi dan toleransi bagi peserta didik.
“Anti korupsi sudah digaungkan oleh Gubernur. Sekarang, toleransi perlu dibuat roadmap. Data-data dari lembaga kami bisa menjadi potret umum. Misalnya, guru yang menolak “Pancasila”. Praktik intoleransi sedemikian mampu diredam oleh pihak sekolah,” pungkasnya. (Rais/Elsa)