Pencarian Lokasi Sanggar Masih Buntu

Ketua Sapta Darma Kabupaten Rembang, Sutrisno saat memaparkan pengalaman kurang mengenakkan yang dialaminya belum lama ini. Foto: Mustakim
Ketua Sapta Darma Kabupaten Rembang, Sutrisno saat memaparkan pengalaman kurang mengenakkan yang dialaminya belum lama ini. Foto: Mustakim
[Semarang -elsaonline.com] Penganut penghayat kepercayaan Sapta Darma di Kabupaten Rembang kembali mengalami kendala saat akan mencari tanah relokasi untuk pendirian sanggar ibadah. Kendala yang dialami yaitu tidak diperbolehkannya sanggar didirikan di wilayah desa di Kecamatan Kragan. Seperti Desa Tanjungan, Desa Tegalmulyo, Plawangan, Pandangan, Sumbersari dan desa-desa yang berada di pantura.

Menurut ketua Sapta Darma Kabupaten Rembang, Sutrisno, dirinya akan terus bersabar dan menunggu keadilan dari pemerintah yang sebelumnya sudah pernah berjanji untuk membantu mencarikan lahan pendirian sanggar.

“Saya akan mengikuti dulu, kan waktunya juga masih lama, saya akan bersabar,” ujarnya saat dihubungi elsaonline.com melalui telepon, Senin, (25/1).

Ditambahkan Sutrisno, desa-desa di sapanjang pantura sudah menegaskan menolak untuk ditempati pendirian sanggar. Pernyataan menolak itu ditegaskan aparat desa saat acara pertemuan di Kecamatan Kragan yang membahas pencarian lahan untuk relokasi sanggar Sapta Darma pada Jumat, (22/1).

“Ada satu kepala desa yang memperbolehkan di wilayahnya didirikan sanggar, yaitu Desa Ngasinan,” tambah Sutrisno

Namun karena tempat yang sangat jauh, Sutrisno belum mau untuk mendirikan sanggar di wilayah Desa Ngasinan tersebut.Sebelumnya, Sutrisno telah mengincar lahan di desa Tegalmulyo, namun karena desa tersebut masuk wilayah yang menolak, kemungkinan besar akan gagal.

“Jaraknya jauh dan pelosok, di sana (Desa Ngasinan) juga tidak ada warga Sapta Darma, itupun dari Camat memperbolehkan asal aparat desa harus bermusyawarah lagi dengan warga,”tutup Sutrisno. [elsa-ol/Salam-@AbdusSalamPutra/003]

Baca Juga  Adrian Vickers: Masyarakat Maritim Lebih Terbuka
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Harmoni, Kemanunggalan dan Rasa: Menyelami Jawa yang terus Bergerak

Oleh: Tedi Kholiludin Budaya Jawa yang Adaptif Saya hendak mengawali...

Panggung Sosial dan Lahirnya Stigma

Oleh: Tedi Kholiludin Kapan dan bagaimana stigma bekerja? Karya klasik Erving...

Meritokrasi dan Privilege: Dua Wajah dari Keadilan yang Pincang

Oleh: Alfian Ihsan Dosen Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Setiap...

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini