Dijelaskan Stanley, tugas ombudsman media dapat menerima keluhan maupun usulan dari masyarakat. Di samping itu, ia dapat membantu promosikan loyalitas pembaca, mengurangi gugatan hukum bahkan membantu kredibilitas surat kabar. “Dari hasil temuannya, ombudsman dapat mencoba menyelesaikan lewat pendekatan hak jawab. Namun bila berlarut-larut, ombudsman bisa memberikan rekomendasi kepada Dewan Pers,” tuturnya.
Selain itu, Stanley mencontohkan, di Amerika Serikat, ombudsman media dipekerjakan oleh perusahaan pers secara independen. Walau, kata dia, di Amerika sendiri hanya ada 30 dari 1.600 surat kabar harian yang mempekerjakan ombudsman. “Untuk yang memiliki adalah The Woshington Post, Chicago Tribune, Boston Globe dan Philadelphia Inquirer. Adapun yang menolak The New York Times, USA Today dan Wall Street Journal,” ujarnya.
Meskipun demikian, salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengakui, selama ini memang masih banyak tumpukan pengaduan yang antri di Dewan Pers. Untuk penanganan pengaduan tersebut, sambung dia, juga harus berdasar prioritas. “Dengan adanya ombudsman media ini bukan berarti tugas Dewan Pers selesai, tapi setidaknya meringankan,” bebernya.
Sementara pembicara kedua, anggota Ombudsman Jawa Pos Group, Rohman Budijanto, menyatakan, ombudsman media memiliki tugas mendampingi redaksi untuk memastikan setiap pengaduan atas perilaku wartawan Jawa Pos Group ditanggapi secara cepat dan proporsional. Disampaikan, untuk fungsinya mirip customer service plus. Yakni, menangani pengaduan, meneliti, mewawancarai wartawan atau redaktur yang diadukan, serta mengumpulkan fakta-fakta yang relevan. Ombudsman media juga berwenang menerbitkan rekomendasi kepada pemimpin redaksi atau direksi. “Maklum, karena media suka mengkritik, maka harus mau dikritik, “ katanya.
Terpisah, Ketua AJI Kota Semarang, Rofiudin, menyebutkan, ombudsman media diperuntukan untuk ikut mengawasi praktik kerja awak media. Selain itu, lembaga ini untuk mencegah adanya tindakan-tindakan yang tidak baik dilakukan oleh masyarakat dalam merespon sajian media. “Misalnya, menggeruduk kantor media, melaporkan media ke aparat penegak hukum dan tindakan-tindakan lainnya yang bisa menghambat kebebasan pers,” jelasnya.
Oleh karena itu, Rofiudin menegaskan, dengan adanya lembaga ombudsman, diharapkan ada dialog untuk saling memberikan pemahaman antara konsumen media dan pengelola media. Sehingga, tambah dia, jika ada masalah maka bisa diselesaikan secara fair. “Dengan begitu, diharapkan bisa muncul proses pembelajaran bersama-sama,” pungkasnya.[elsa-ol/Bams-@MunifBams/003]