[Semarang -elsaonline.com] Jamaah Syiah Kota Semarang menjalankan acara Peringatan Asyura dengan hikmat dan lancar sampai berakhirnya acara, meskipun terjadi aksi penolakan yang dilakukan oleh sekelompok orang pada Sabtu, (29/8/2020).
Sekelompok orang yang melakukan penolakan terhadap acara digelar secara offline dan disiarkan secara online di kanal YouTube Alhurr TV tersebut beralasan bahwa Syiah adalah aliran sesat dan menyesatkan. Para penolak menghendaki acara peringatan Asyuro yang digelar oleh Yayasan Nuruts-Tsaqolain Semarang harus dibubarkan.
Massa mulai berkumpul di depan gerbang masuk gang tempat Peringatan Asyura berlangsung, pada pukul 13.30 WIB. Dalam potongan video yang diterima oleh Yayasan Lembaga Studi Sosial dan Agama (ELSA Semarang), sekelompok orang yang menolak perayaan tersebut membentangkan spanduk yang bertuliskan;
“Kami dari Ahlusunnah waljamaah Menolak ajaran & Perayaan Sesat Syiah Asyuro, Syiah Membahayakan NKRI. #SyiahbukanIslam #SyiahMelecehkanIstridanSahabat Nabi #SyiahdifatwakanSesatMUI.”
Salah seorang dari kelompok yang menolak perayaan tersebut meneriakkan Syiah adalah musuh Allah. Selain itu, seorang orator membakar semangat di sekitar 30-an orang penolak peringatan Asyura seraya mengatakan, jika apa yang dilakukan oleh Syiah merupakan perayaan sesat.
“Pada hari ini mereka melakukan perayaan syiah sesat di daerah Semarang Utara. Dan kita berdiri di sini mejadi hujjah dihadapan Allah bahwa kita telah melakukan amar makruf nahi munkar,” pekik orang yang berpakaian serba putih tersebut.
Tak berselang lama, massa yang melakukan aksi di Jalan Kakap dibubarkan oleh aparat kepolisian. Jalan Kakap ditutup sementara pada saat orasi berlangsung. Orasi dilakukan dengan waktu kurang dari 20 menit.
Koordinator Persaudaraan Lintas Iman (PELITA), Semarang, Setyawan Budi, mengapresiasi tindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Dalam hal ini Polrestabes Semarang, beserta jajaran dan Kapolsek Semarang Utara.
“Saya pribadi mengapresiasi langkah yang diambil oleh Kapolrestabes Semarang beserta jajaran dan Kapolsek Semarang Utara. Beserta jajaran yang telah membantu mengamankan jalannya kegiatan dari awal sampai akhir,” tutur pria yang akrab disebut Wawan tersebut kepada elsaonline (30/8/2020).
Ekspresi Keagamaan Harus Dihormati
Walaupun ada penolakan yang terjadi di gerbang masuk gang tempat berlangsungnya acara, para jamaah Syiah yang berada di kediaman Syekh Bagir tetap khusyuk dan hikmat dalam mengikuti sesi demi sesi.
Pada saat terjadi penolakan oleh sekelompok orang, sedang berlangsung tausiyah oleh Sayyid Thoha Musawa dan dilanjutkan dengan Maqtal yang dipimpin oleh Sayyid M. Ridho Assegaf. Ketika pembacaan Maqtal, para jamaah larut dalam tangis kepiluan dengan rasa hikmat tetap menyertai.
Setelah pembacaan Maqtal selesai, acara dilanjutkan dengan pembacaan syair oleh Sayyid Alwi Assegaf dan diteruskan dengan acara doa dan ziaroh yang dipimpin oleh Sayyid Lutfi Al-Idrus. Acara ditutup dengan makan bersama semua jamaah yang hadir.
Dalam acara tersebut turut hadir Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Jawa Tengah, Taslim Syahlan. Pada saat memberikan sambutan, Taslim mengungkapkan, siapapun tidak boleh merepresi perayaan umat agama lainnya.
“Peringatan yang dilakukan oleh saudara-saudara saya ini (Syiah) merupakan perayaan yang harus diapresiasi oleh semua pihak. Karena ini bagian dari ekspresi keberagamaan,” tuturnya di hadapan para jamaah (29/8/2020).
Selain itu, dalam tausiyah yang disampaikan oleh Sayyid Thoha Musawa, beliau menjelaskan, siapapun yang melakukan pemaksaan atau represi terhadap manusia yang merdeka mereka adalah orang yang jauh dari ajaran agama.
“Dari kejadian yang terjadi di Karbala kita belajar, bahwa siapapun yang berusaha memaksakan kehendaknya, menekan ekspresi orang-orang yang merdeka dan bertindak semena-mena itu merupakah sebuah perilaku yang sangat jauh dari ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW,” tutur Sayyid Thoha.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga Studi Sosial dan Agama (ELSA) Semarang, Tedi Kholiluddin, menjelaskan jika penolakan yang dilakukan terhadap perayaan Asyura telah terjadi sejak 2015. Lalu penolakan besar terjadi pada 2016 dan 2017. Namun, 2016 yang berkekuatan masa besar, serta dilakukan di tempat yang sama. Pada tahun 2018 dan tahun 2019 tidak ada massa yang turun melakukan penolakan.
“Jadi, ini agenda yang sudah direncanakan untuk mengambil momen Asyuro. Meski kita patut mengapresiasi aparat yang tegas mengamankan kegiatan, tetapi harus dipikirkan, apa yang menjadi motif dari kelompok-kelompok yang melakukan aksi itu. Sebatas eksistensi, keinginan untuk tampil di panggung, atau memang ada perjuangan ideologi yang ingin ditunjukkan,” tutur Tedi, Minggu (30/8/2020).
Pernyataan yang hampir sama disampaikan oleh Koordinator PELITA Semarang, Setyawan Budi yang menuturkan, bahwa aksi yang dilakukan oleh sekelompok orang pada saat pelaksanaan Peringatan Asyura dinilai mencederai nilai toleransi dan kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi semua pemeluk agama ataupun kepercayaan.
“Peringatan Asyura adalah acara keagamaan yang harus dihormati. Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh sekelompok orang pada saat acara berlangsung justru mencederai nilai toleransi dan kemanusiaan yang semestinya dijunjung tinggi oleh semua pemeluk agama maupun kepercayaan,” pungkasnya.
Dalam acara tersebut, selain dihadiri oleh Ketua FKUB Jawa Tengah, turut hadir juga PELITA, Humanity First Indonesia, Perguruan Trijaya, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Semarang, ELSA Semarang serta Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Justisia. [Sidik]
Berita diperbarui pada Senin, 31/8/2020 pukul 18:48