Petisi Masyarakat Sipil Penyelamat KOMNAS HAM

Bebaskan KOMNAS HAM dari Fundamentalisme Agama

Kepada: Presiden RI, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono

Kami warga negara Indonesia menyampaikan keprihatinan dan protes kepada salah seorang komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) bernama Saharuddin Daming, atas pernyataan sikapnya di berbagai media massa dan dalam berbagai pertemuan, dan pelatihan, Sdr. Saharuddin Daming, tidak menunjukan sikap, fungsi dan kewenangannya sebagai anggota Komnas HAM. Hal ini kami pandang dapat merusak kredibilitas Komnas HAM sebagai lembaga yang independen sebagaimana yang diamanahkan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Hal ini terkait dengan pernyataan Sdr. Saharuddin Daming yang dimuat di sebuah media online lokal Bangkapos.com, dimana disebutkan Ahmadiyah sebagai organisasi atau pihak yang telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Bangka Pos melaporkan:

“Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Saharuddin Daming menyatakan bahwa kebebasan beragama ini ada aturannya dimana kebebasan agama adalah kembali ke ajaran agama yang pokok dimana konsisten menjalani ajaran agama yang suci. Ahmadiyah menyatakan kebebasan beragama, tapi jangan melakukan tindakan yang mengatasnamakan HAM untuk menodai ajaran Agama Islam. Apa yang dilakukan Ahmdiyah itu termasuk pelanggaran HAM karena merampas dan menodai ajaran agama Islam,” tegas Saharudin dalam penyuluhan HAM bagi pemuka agama dan pemuka masyarakat adat Bangka Belitung, Rabu (15/6/2011) di RRI Sungailiat.”

Bukan kali ini saja Sdr. Saharuddin Daming memberikan pernyataan publik yang memihak kepada salah satu pihak atau kelompok masyarakat di Indonesia, yakni kelompok yang menuntut pembubaran organisasi JAI dan pemaksaan mereka untuk merubah keyakinan mereka yang secara konstitusional dijamin oleh Pancasila dan UUD 1945.

Berikut kami kutipkan pernyataan Sdr. Saharuddin Daming yang dilansir oleh media Hidayatullah.com pada Oktober 2010 lalu:

“Anggota Komnas HAM menyambut baik rencana Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali yang akan membubarkan organisasi Ahmadiyah. Bahkan, pembubaran tersebut sama sekali tidak melanggar HAM. Hal itu disampaikan Anggota Komisioner Komnas HAM, Saharudin Daming Rabu (13/10), pagi tadi. Saharudin mengatakan, jika rencana Menag tersebut telah didasari pertimbangan logis, SKB 3 Menteri, dan pendapat umum dari berbagai masyarakat, maka pembubaran Ahmadiyah sudah tepat dan tidak melanggar HAM. Saharuddin menambahkan, jika keberadaan organisasi Ahmadiyah dipertahankan justru akan mengganggu ketertiban umum (public order) dan mengakibatkan ketegangan di level bawah, dapat dijadikan alasan. Keputusan Menag membubarkan organisasi Ahmadiyah adalah sesuatu yang legal, seperti yang dilakukan Mendagri, sebagaimana tertera dalam Pasal 28 J ayat 1 tentang hukum, ketertiban umum, kesusilaan dan agama.”

Kami juga memantau bahwa Sdr. Saharuddin Daming berkali-kali melancarkan pernyataan senada tentang Ahmadiyah baik melalui mediadotcom maupun secara on air di Radio RRI Pro2 FM. Yang bersangkutan juga menyatakan persetujuannya terhadap hukuman mati yang secara nyata bertentangan dengan norma HAM dan konstitusi Indonesia (Rakyat Merdeka, 8 April 2010)

Seluruh pernyataan Sdr. Saharuddin Daming, kami pandang tidak pada kapasitasnya sebagai seorang Komisioner HAM, di tengah kontroversi tentang Ahmadiyah, baik menyangkut hukum, kasus kekerasan dan dugaan pelanggaran HAM yang menimpa pengikut organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia di berbagai kota di Indonesia.

Kami memandang bahwa pernyataan tersebut sangat tidak tepat dan tidak pantas untuk diucapkan oleh anggota komisi lembaga negara yang independen dan memiliki tugas pokok dan fungsi untuk memajukan nilai-nilai HAM, yang semestinya berdiri di atas semua golongan dan kepentingan yang mengatasnamakan hak asasi manusia ataupun agama dan keyakinannya masing-masing.  Hal itu melanggar kode etik Komnas HAM dan UU HAM No. 39 tahun 1999.

Baca Juga  Yahudi Beda Dengan Zionisme

Kami akan sangat menghargai dan menghormati jika pernyataan tersebut disampaikan secara pribadi atau mewakili ormas tertentu, dimana Sdr. Saharuddin Daming tidak lagi menduduki jabatan lembaga negara seperti Komnas HAM.

Dalam konteks kasus-kasus Ahamdiyah, sepatutnya Sdr. Saharuddin melakukan mediasi sebagaimana di atur dalam Pasal 1 (7)  dan Pasal 76 (1) UU HAM yang berbunyi, “Untuk mencapai tujuannya, Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia.” Bukan dengan memberikan pernyataan-pernyataan yang seolah-olah membenarkan berbagai tindakan kekerasan dan dugaan pelanggaran HAM yang menimpa warga negara Indonesia, dari golongan Ahmadiyah (JAI).

Selain itu Sdr. Saharuddin juga tidak berpegang teguh pada tujuan Komnas HAM pasal 75 dimana Komnas HAM bertujuan: (a) mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945. dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; dan (b) meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Adalah fakta dimana tindakan kekerasan dan dugaan pelanggaran HAM yang menimpa Ahmadiyah, serta kebebasan keyakinan warga Ahmadiyah merupakan kenyataan yang dijamin oleh UUD 1945, Piagam PBB dan DUHAM. Namun dari berbagai pernyataan Sdr.Saharuddin, seakan mengingkari Piagam PBB dan DUHAM. Seharusnya sikap seorang Komisioner HAM tentang Ahmadiyah berada dalam posisi yang independen yang berpijak pada UU HAM, hukum Hak Asasi Manusia, baik yang berlaku secara nasional maupun internasional.

Pernyataan-pernyataan Sdr. Saharuddin sebagai Komisioner HAM juga sepatunya disampaikan berdasarkan hasil sidang paripurna Komnas HAM. Dan mengingat Sdr. Saharuddin adalah wakil Komnas HAM yang harus memajukan HAM dalam seluruh aspek, namun ternyata pernyataannya tidak menunjukan esensi bahkan kualitas seorang Komisioner HAM. Seluruh pernyataan seorang Komisioner seharusnya melewati mekanisme tertentu yang telah diatur baik dalam  UU HAM No. 39 tahun 1999 di atas  maupun dalam Kode Etik Komnas HAM. Dengan demikian seluruh pernyataan Sdr. Saharuddin menyalahi Pasal 70 UU HAM No. 39 tahun 1999 bahwa pemegang kekuasaan tertinggi di Komnas HAM adalah Sidang Paripurna, bukan pendapat pribadi seorang Komisioner.

Dari fakta dan analisis tersebut, maka dengan ini kami menuntut dan menyerukan:

  1. Meminta kepada Mejelis Etik HAM untuk segera menyelenggarakan Sidang Kode Etik Komisioner HAM dengan memberikan kesempatan kepada Sdr. Saharuddin, untuk memberikan penjelasan dan klarifikasi mengenai pernyataan-pernyataannya tersebut.
  2. Mengacu pada analisa kami di atas, maka kami meminta kepada Dewan Kode Etik untuk memberikan sanksi kepada Sdr. Saharuddin, dalam kapasitasnya sebagai Komisioner HAM yang telah melanggar prinsip-prinsip HAM baik yang mengacu pada hukum dan instrumen-instrumen nasional maupun internasional.
  3. Menuntut kepada Sdr. Saharuddin untuk meminta maaf kepada publik, atas sikap dan pernyataannya yang tidak mencerminkan kapasitasnya sebagai anggota lembaga negara Komnas HAM Republik Indonesia yang seharusnya berdiri di atas kepentingan semua kelompok dan golongan di masyarakat Indonesia
  4. Menyerukan kepada Presiden dan DPR untuk membersihkan Lembaga Negara RI: Komnas HAM dari anasir-anasir fundamentalisme agama yang membahayakan masa depan Pancasila, UUD 1945, dan perkembangan HAM di Indonesia.

Jakarta, 15 Juli 2011

Masyarakat Sipil :

  1. Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI)
  2. Aliansi Sumut Bersatu, Medan, Sumatera Utara
  3. Badan Kerjasama Antar Gereja (BKAG), Kandis, Riau
  4. BAKUMSU, Medan, Sumatera Utara
  5. Bali Corruption Watch (BCW), Denpasar, Bali
  6. BPD SHI SUMSEL, Palembang, Sumatera Selatan
  7. Crisis Center Gereja Kristen Indonesia (CC GKI), Jakarta
  8. Demos, Jakarta
  9. Forum Dialog Antar Kita, Sulawesi Selatan
  10. Forum Dialog Kalimantan Selatan, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  11. Forum Diskusi Wathaniyah, Manado
  12. Forum Kajian Strategis (Forkastra), Jakarta
  13. Forum Komunikasi Lintas Iman (FORKASI), Gorontalo
  14. Gedong Gandhi Ashram, Candi Dasa, Bali
  15. HOTLINE, Surabaya
  16. Human Rights Working Group (HRWG), Jakarta
  17. Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Jakarta
  18. Institut Dialog antariman di Indonesia (Institut DIAN/INTERFIDEI), Yogyakarta
  19. Institut Toleransi Keberagaman dan Pelestarian Lingkungan (Ilalang), Papua
  20. Institute for Ecosoc Rights, Jakarta
  21. Jaringan Indonesia Raya (JIRA), Jakarta
  22. Jaringan Islam Liberal (JIL), Jakarta
  23. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta
  24. Komite Mahasiswa Pemuda Untuk Demokrasi, Palembang, Sumatera Selatan
  25. Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT), Salatiga
  26. Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA), Sulawesi Tengah
  27. Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR), Makassar, Sulawesi Selatan
  28. Lembaga Antariman untuk Kemanusiaan di Maluku (El-AI-EM), Ambon
  29. Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta
  30. Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (Lk3), Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  31. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan KABAR BAIK, Jakarta
  32. Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), Jakarta
  33. Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA), Semarang
  34. Lingkar Indonesia untuk Keadian (LINK), Jombang, Jawa Timur
  35. Lingkaran Artikulasi Reformasi Transformasi dan Inovasi (ARTI)
  36. MAJELIS LSM SUMSEL, Palembang, Sumatera Selatan
  37. Masyarakat Dialog Antar Agama (MADIA), Jakarta
  38. Mawale Cultural Center, Tomohon, Minahasa
  39. National Integration Movement (NIM), Jakarta
  40. Pelayanan Komunikasi Masyarakat Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (Yakoma PGI), Jakarta
  41. Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Jakarta
  42. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jakarta
  43. Pusat Studi Antar Komunitas (PUSAKA), Padang, Sumatera Barat
  44. Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Sulawesi Utara
  45. Pusat Studi Islam, UII, Yogyakarta
  46. Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT), Salatiga, Jawa Tengah
  47. Tim Pembela Kebebasan Beragama (TPKB), Jakarta
  48. Ut Omnes Unum Sint Institute, Jakarta
  49. Wahid Institut, Jakarta
  50. Yayasan Bogani Karya, Manado, Sulawesi Utara
  51. Yayasan Cindelaras Paritrana, Yogya
  52. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta
  53. Yayasan OYO, Sorong, Papua Barat
  54. Yayasan Rumpun, Yogyakarta
  55. Yayasan Serat, Manado, Sulawesi Utara
Baca Juga  Saya Tidak Kenal Gus Dur, Tapi …

Pribadi :

  1. A. Mubarik Ahmad, Jakarta
  2. Aan Anshori, Jombang, Jawa Timur
  3. Abdani Solihin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  4. Abdul Latief, Makassar, Sulawesi Selatan
  5. Abidin Wakano, Ambon, Maluku
  6. Agil Basrewan, Manado, Sumatera Utara
  7. Agus Setio Utomo, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  8. Agus Sutomo, Pontianak, Kalimantan Barat
  9. Agus Wardoyo, Jayapura, Papua
  10. Agustien Kaunang, Tomohon, Minahasa
  11. Ahmad Munjid, Yogyakarta
  12. Ahmad Suaedy,  Jakarta
  13. Ali Imran Duwila, Merauke, Papua
  14. Ani Mariatun, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  15. Anick HT, Jakarta
  16. Apner Korwa, Sorong, Papua Barat
  17. Asmirah, Jayapura, Papua
  18. Azhar Ridhani, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  19. Bahruddin, Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah
  20. Benget Silitonga, Medan, Sumatera Utara
  21. Bernando Sinaga, Padang, Sumatera Barat
  22. Berton,  Kandis, Riau
  23. Billy Joseph Bibianu, Jakarta
  24. Binsar A. Hutabarat, Bekasi, Jakarta
  25. Budhi Santoso Wignyosudarmo, Bekasi, Jawa Barat
  26. Calvyn Taunaumang, Tahuna, Sangir, Sulawesi Utara
  27. Christina Dwi Susanti, Advokasi Demos, Jakarta
  28. Christina Josefien Hutubessy, Makassar, Sulawesi Selatan
  29. Damairia Pakpahan, Yogyakarta
  30. Daniel Tobing, Yogyakarta
  31. Darius Bubut, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  32. Denni Pinontoan, Tomohon, Minahasa
  33. Djohan Effendi, Jakarta
  34. Donna Keles, Manado, Sulawesi Utara
  35. Dr. Ir. Ridwan Lasabuda MSi, Manado, Sulawesi Utara
  36. Dwi Indah Wilujeng, Jakarta
  37. Edy Safitri, Yogyakarta
  38. Elga Sarapung, Yogyakarta
  39. Ellen Pitoi, Jakarta
  40. Engel Semuya, Sorong, Papua Barat
  41. Engkus Ruswana – Penghayat Kepercayaan, Bandung
  42. Erick M.F. Dayoh, Manado, Sulawesi Utara
  43. Erna Kasypiah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  44. Esthi Susanti, Surabaya, Jawa Timur
  45. Fahmi Sallatalohy, Ambon, Maluku
  46. Fauziah H. Rahawarin, Jayapura, Papua
  47. Firdaus Mubarik, Jakarta
  48. Francis Wahono,  Yogyakarta
  49. Frangky Tampubolon, Jakarta
  50. Hardin Halidin, Jayapura, Papua
  51. Harun Wasolo, Manado, Sulawesi Utara
  52. Helmi Inan, Jayapura, Papua
  53. Henry H. Sitohang, Jakarta
  54. Humaidy, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  55. I Nyoman Sadra, Karangasem, Bali
  56. Ilham Masykuri Hamdie, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  57. Ina Butar butar, Jakarta
  58. Indro Suprobo, Yogyakarta
  59. Ira Sasmita, Yogyakarta
  60. Isnaini Uswanas, Jayapura, Papua
  61. Iverdixon Tinungki, Manado, Sulawesi Utara
  62. John Watimena, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  63. Juffry Suak, Manado, Sulawesi Utara
  64. KH. Arifin Assagaf, Manado, Sulawesi Utara
  65. Khairani Arifin, Banda Aceh, Sumatera Utara
  66. Kombunge Verry Dabla , Jayapura -Papua
  67. Kristina Viri, Jakarta
  68. Laode Arham, Jakarta
  69. Lazarus Gon, Jayapura, Papua
  70. Lefinus Batsira, Ambon, Maluku
  71. Luh de Suryani, Bali
  72. M. Dawam Rahardjo, Jakarta
  73. M. Tajudin, Merauke, Papua
  74. Mardison Simanjorang, Yogyakarta
  75. Margareth Aritonang, Jakarta
  76. Maria Ulfah Anshor, Jakarta
  77. Marthen Luther Sesa, Jayapura, Papua
  78. Maruli Silaban, Jakarta
  79. Miryam Nainggolan-Jakarta
  80. Misni Parjiati, Yogyakarta
  81. Muhamad Isnur, Jakarta
  82. Mustari Mustafa, Makassar, Sulawesi Selatan
  83. Mutmainah Korona, Sulawesi Tengah
  84. Muzayyin Fathoni Habibie, Manado, Sulawesi Utara
  85. Nelti Anggraini, Padang, Sumatera Barat
  86. Nia Syarifudin, Jakarta
  87. Nicolas S. E. Lumba Kanaa, Kalabahi – Kabupaten Alor, NTT
  88. Noorhalis Madjid, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  89. Normadina Dina, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  90. Nursyahbani Katjasungkana, Jakarta
  91. Padmono, SK, Jakarta
  92. Pastor John Djonga, Keerom, Papua
  93. Paul Titit, Sorong, Papua Barat
  94. Pdt. Albertus Patty, Bandung, Jawa Barat
  95. Pdt. Christopher Sinulingga, Karo, Kabanjahe, Sumatera Utara
  96. Pdt. Daryatno, Solo, Jawa Tengah
  97. Pdt. Firman Adi Kristiyono, Jakarta
  98. Pdt. Gomar Gultom, Jakarta
  99. Pdt. Hananto Kusumo, Yogyakarta
  100. Pdt. Penrad Siagian, Kabanjahe, Sumatera Utara
  101. Pdt. Renata Ticonuwu, Manado, Sulawesi Utara
  102. Pdt. Ruth Saiya, Ternate, Maluku Utara
  103. Pdt. Sefnat Hontong, Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara
  104. Pitres Sombowadile, Manado, Sulawesi Utara
  105. Putu Wirata Dwikora, Denpasar, Bali
  106. Rafiqah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  107. Raja Juli Antoni, Jakarta
  108. Rakhmalina Bakhriati, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
  109. Reiner Emyot Ointoe, Manado, Sulawesi Utara
  110. Reza Tehusalawany, Jakarta
  111. Richardus Giring, Pontianak, Kalimanta Barat
  112. Ridwan Olii, Manado, Sulawesi Utara
  113. Rizka Argadianti Rachmah, Jakarta
  114. Robert Bawolo-PEACEINDO, Yogyakarta
  115. Rodriques Servatius, Kupang, NTT
  116. Romo Antonius Benny Susetyo, Jakarta
  117. Romo Johanes Hariyanto, Jakarta
  118. Ronny Christanto, Semarang, Jawa Tengah
  119. Roy Dimara, Sorong, Papua Barat
  120. Rumadi, Jakarta
  121. Rusmiyanto, Merauke, Papua
  122. Saidiman Ahmad, Jakarta
  123. Samsi Pomalingo, Gorontalo
  124. Sartana, Yogyakarta
  125. Selwa Kumar, Medan
  126. Semuel Asse Bless, Sorong, Papua Barat
  127. Shirley Doornik, Jakarta
  128. Sigit Budi Darmawan, Jakarta
  129. Sri Endras Iswarini, Jakarta
  130. Sri Maryanti, Peneliti Demos, Jakarta
  131. Sri Palupi, Jakarta
  132. Sri Ratna Mbaresi, Poso, Sulawesi Tengah
  133. Sriyono, Merauke, Papua
  134. Sudarto, Padang, Sumatera Barat
  135. Sukma Arida, Bali
  136. Sultan Zulkarnaen, Manado, Sulawesi Utara
  137. Sutjipto Noho, Manado, Sulawesi Utara
  138. Tatok, Lampung, Sumatera Selatan
  139. Tedi Kholiludin, Semarang, Jawa Tengah
  140. Teuku Kemal Pasha, Aceh, Sumatera Utara
  141. Thowik Anwary, Jakarta
  142. Tjiu Hwa Jioe, Jakarta
  143. Veryanto Sitohang, Medan, Sumatera Utara
  144. Vick Chenore, Manado, Sulawesi Utara
  145. Victor Silaen, Ketua Pengurus Yakoma PGI, Jakarta
  146. Widyarso, Jakarta
  147. Windy Asmara, Jakarta
  148. Wiwin S. Aminah, Yogyakarta
  149. Yosefa Lamera, Merauke, Papua
  150. Yumasdaleni, Medan, Sumatera Utara
  151. Zainul Fuad, Medan, Sumatera Utara
Baca Juga  Menyikapi Iklim Demokrasi, Kesbangpol Jawa Tengah Gelar Rapat Koordinasi Indeks Demokrasi Indonesia
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini