Romo Budi: “Dari Nabi Muhammad Saya Belajar Tentang Islam Yang Ramah, Bukan Islam Yang Marah”

[Semarang – elsaonline.com] “Asyroqol badru ‘alaina, fakhtafat minhul buduru. Mitsla husnik ma ro`aina, qoththu ya wajhas sururi (Telah terbit rembulan di hadapan kita, lalu rembulan-rembulan lainnya terbenam karenanya. Kami tidak pernah melihat orang sebaik engkau wahai wajah penggembira),” demikian alunan syair yang terdengar dari pengeras suara masjid di bulan ini.

Romo Aloys Budi Purnomo
Romo Aloys Budi Purnomo

Pada bulan ini umat Islam di berbagai daerah merayakan kelahiran nabi Muhammad Saw. dengan berbagai cara, ada yang memperingatinya dengan cara bersedekah, menggelar tabligh akbar, membaca barzanjen, dan lain sebagainya.

Walaupun maulid nabi dirayakan oleh umat Islam namun Romo Aloysius Budi Purnomo sebagai imam bagi umat Katolik punya harapan besar kepada umat Islam untuk mengambil hikmah dari perayaan tersebut. Bagi Romo Budi memperingati hari kelahiran nabi Muhammad bagian dari kegiatan yang positif. Memperingati kelahiran nabi berarti mengenang perjuangannya sebagai nabi penebar kasih sayang. “Perayaan maulid nabi merupakan kenangan akan kelahirannya sebagai pembawa rahmatan lil ‘alamin,” kata Romo yang bertugas di Gereja Katolik St. Fransiskus Xaverius Kebon Dalem Semarang.

Nabi Muhammad Saw. dalam pandangan Romo Budi adalah utusan Allah yang telah berhasil merekonstruksi tatanan hidup masyarakat Arab pra Islam dari masyarakat yang keras, tidak beradab, menjadi masyarakat yang lunak, terbuka, dan menerima perbedaan. Keberhasilan nabi Muhammad Saw. dalam berdakwah itu karena di samping muatan dakwahnya yang menjadi rahmat bagi semesta juga beliau menyampaikannya dengan cara yang baik, tanpa melukai umat agama lain. “Bagi saya nabi Muhammad Saw. adalah sosok utusan Allah yang membawa pembaharuan di zaman jahiliyah. Ajaran-ajarannya mengajak kita untuk membangun relasi dengan Allah dan sesama. Saya paling suka dengan ungkapan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin,” papar Romo Budi.

Baca Juga  Sedulur Sikep: "Kami Menganut Agama Adam, Bukan Kepercayaan"

Namun kini seiring dengan maraknya tindak kekerasan atas nama agama yang dilakukan oleh sebagian kecil umat Islam menjadikan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin ternodai, citra Islam buruk di mata dunia. Oleh karena itu melalui perayaan maulid umat Islam harus mengenang perjalanan nabi Muhammad untuk kemudian diteladani. Bagi Romo Budi, beragama yang dipraktikkan nabi Muhammad bukan beragama yang mengajarkan kekerasan, melainkan beragama yang membawa ketentraman dan kedamaian. “Dari nabi Muhammad saya belajar tentang Islam yang ramah bukan Islam yang marah, Islam yang lembut bukan Islam yang dengan kekerasan,” jelasnya.

Dengan perayaan maulid ini Romo Budi berharap kepada umat Islam supaya mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan baik dan meneladani sifat-sifat nabi Muhammad yang selalu mengajarkan kebersamaan dan menjadi rahmat bagi semua. “Dengan perayaan maulid nabi, baiklah umat Islam menghadirkan keislaman yang damai, penuh berkat dan rahmat bagi sesama dan semesta. Spirit nabi Muhammad itulah yang harus terus diwujudkan dewasa ini,” pungkasnya. [elsa-ol/KA]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Nahdlatul Arabiyyah Semarang: Jejak Keturunan Arab yang Terlupakan (Bagian Pertama)

Oleh: Tedi Kholiludin Pertumbuhan organisasi keturunan Arab di Hindia Belanda...

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini