“Sapta Darma itu bukan ajaran Gado-gado. Tapi agama yang murni meyakini Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sekali lagi, Sapta Darma adalah ajaran murni,” tegasnya, disela acara pelatihan hak-hak dasar kewarga negaraan, di Hotel Dedy Djaya Brebes, Selasa (18/4/15).
Ketika ditanya lebih lanjut mengenai maksud “gado-gado”, Carlim menjelaskan soal banyaknya kelompok yang mencampur adukan ajaran. Hemat dia, Sapta Darma murni ajaran Kepercayaan yang tidak ada kaitanya dengan agama resmi Negara atau kepercayaan lain.
“Kami tidak mau kalau identitas kami campur-campur. Misal, ibadah kami seperti ajaran Sapta Darma, namun identitas kependudukan kami agama resmi Negara. Jelasnya, kami enggan dalam KTP atau KK (Kartu Keluarga) ditulis agama. Kami ingin ditulis Sapta Darma,” tandasnya.
Identitas Agama
Seperti yang telah banyak diberitakan sebelumnya, penganut Penghayat Kepercayaan banyak yang masih beridentitas agama resmi. Mereka beridentitas agama resmi Negara bukan karena kehendak mereka. Melainkan terpaksa, karena adanya berbagai kendala ketika membuat identitas kependudukan di dinas terkait.
“Ya bagi warga Sapta Darma yang masih beridentitaskan agama, bukan karena kehendak mereka. Tapi karena terpaksa. Misal, salah satu warga kami ketika membuat KTP sudah diiyakan identitasnya Kepercayaan, eh.. ketika KTP-nya jadi, identitasnya ternyata salah satu agama,” tukasnya.
Atas dasar itu, mereka meminta kejelasan dari pemerintah soal identitas agama atau kepercayaan. Warga Sapta Darma di Kabupaten Brebes meminta untuk identitas agama ditulis Sapta Darma. Jika alasanya karena Sapta Darma tidak diakui sebagai agama, ia mempertanyakan kenapa ada ajaran yang diakui sebagai agama dan digolongkan kedalam kepercayaan.
“Kami juga ingin dalam KTP ditulis Sapta Darma, bukan kepercayaan. Jika karena ada agama yang diakui dan tidak diakui, kenapa harus ada itu. Bukanya posisi semua agama atau kepercayaan itu sama?” tanya Carlim, sembari menunjukan ekspresi kekesalanya mengenai identitas agama. [elsa-ol/Ceprudin-@Ceprudin/001]