[Semarang –elsaonline.com] Berbeda dengan sebagian penganut agama lokal lainnya yang menganggap sekolah tidak perlu, penganut agama Sapta Darma Kabupaten Brebes berpandangan, menyekolahkan anak bagian dari perintah agamanya. Hanya saja, warga Sapta Darma banyak yang tidak bisa memasukkan anaknya di lembaga pendidikan karena kondisi ekonomi yang tidak cukup untuk membiayainya.
“Sedulur Sikep Pati tidak memperbolehkan anak sekolah, kalau kami (Sapta Darma, red) tidak apa-apa, bahkan wajib menyekolahkan anak itu, karena dengan menyekolahkan anak maka kita akan maju. Kalau masyarakat maju, maka negara juga akan maju,” papar Ketua Yayasan Sapta Darma (Yasrad) Kabupaten Brebes, Carlim, kepada elsaonline.com, Jumat (14/8).
Karena keadaan ekonomi yang di bawah rata-rata itu, kata Carlim, warga Sapta Darma Kabupaten Brebes hanya dapat menyekolahkan anaknya sampai dengan lulus Sekolah Dasar (SD).
Bangun Perguruan Tinggi
Menyadari pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa, Carlim punya keinginan supaya anak-anak warga Sapta Darma semuanya dapat sekolah hingga ke jenjang yang lebih tinggi.
Kendati demikian, menurutnya, anak-anak warga Sapta Darma yang sekolah sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Sekolah Menengah Atas (SMA) kerap kali keyakinan Sapta Darmanya luntur lantaran di sekolah anak-anak tersebut dipaksa untuk mengikuti salah satu dari 6 agama yang diakui pemerintah.
“Karenanya, kalau kami punya duit banyak, kami (Sapta Darma, red) ingin buat sekolah sendiri. Bila perlu buat perguruan tinggi. Karena kalau tidak buat sekolah sendiri, kita mengandalkan pemerintah mengakui agama saya, sampai kapan pun keadaan kita akan seperti ini (terdiskriminasi, red),” katanya. [elsa-ol/KA-@khoirulanwar_88/001]