Saya Muslimah Berjilbab dan Alumni Universitas Kristen

Oleh: Siti Rofiah

Siti Rofiah
Siti Rofiah

Setelah aksi intoleransi di Bandung, gelombang intoleransi nampaknya mulai menjalar di daerah lain, salah satunya di Yogyakarta. Kemarin, saya dapat kabar dari teman saya bahwa Forum Umat Islam (FUI) Yogyakarta mendesak Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) menurunkan baliho yang memuat gambar mahasiswi berjilbab. Menurut FUI, universitas yang mayoritas mahasiswa-mahasiswinya beragama Kristen tidak pantas memasang spanduk perempuan berjilbab.

Menurut saya, desakan FUI ini merupakan perbuatan yang sangat tidak berdasar. Apa dasar berpikirnya bahwa universitas Kristen tidak boleh memasang baliho dengan gambar perempuan berjilbab? Salah satu fungsi perguruan tinggi adalah menempatkan dirinya sebagai lembaga kajian, yang di dalamnya sangat dijunjung tinggi kebebasan akademik.

Kebebasan akademik adalah kebebasan seseorang atau seorang peneliti di lembaga ilmu pengetahuan untuk mengkaji persoalan serta mengutarakan kesimpulannya tanpa campur tangan dari penguasa politik atau keagamaan atau dan lembaga yang mempekerjakannya, kecuali apabila metode yang digunakannya tidak memadai atau bertentangan dengan etika profesional atau lembaga yang berwenang dalam bidang keilmuannya. Kebebasan akademik adalah kebebasan anggota fakultas untuk mengajar pada suatu sekolah dengan pikirannya sendiri dan mempromosikan spekulasi dan kesimpulan yang dibuat secara independen atau bebas dari apa yang mungkin dikehendaki institusi.

Dalam kebebasan akademik, mahasiswa bebas belajar, mengambil, menyimpan data atau pandangan yang diberikan dalam perkuliahan dan bebas menilai materi atau pendapat tersebut. Mahasiswa mendapat perlakuan yang sama dalam pembelajaran, serta tidak boleh dipaksa dalam kelas maupun di lingkungan akademik untuk menerima pendapat atau gagasan tentang filosofi, politik dan isu-isu lain.

Jika dalam kegiatannya sebuah perguruan tinggi tidak ditemukan hal-hal yang melanggar kebebasan akademik atau hal-hal lain yang melanggar hukum, maka siapapun tidak dapat memaksakan kehendaknya atas pengaturan sebuah perguruan tinggi tersebut. Misalkan ada mahasiswa yang karena kuliah di kampus Kristen sedangkan ia beragama Islam dipaksa mengikuti pendapat dosennya, atau dipaksa mengikuti keimanan dosennya, maka di sinilah letak pelanggaran kebebasan akademiknya, dan itulah yang harus ditindak.

Baca Juga  Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2014

Sekali lagi, pemaksaan penurunan baliho perempuan berjilbab di perguruan tinggi Kristen adalah hal yang sangat tidak berdasar. Saya berbicara sebagai bagian dari akademisi dan alumni UKDW. Saya yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di pondok pesantren adalah alumni UKDW, Universitas Kristen Duta Wacana.

Sebagai seorang alumni, saya memahami betul bagaimana iklim pembelajaran di UKDW. Saya kira tidak ada yang salah jika mereka memasang baliho dengan gambar perempuan berjilbab, karena mereka memang menerima mahasiswa dengan agama apapun, dengan aksesoris apapun yang ia kenakan, termasuk mahasiswa berjilbab seperti saya.

Dalam kegiatan pembelajaran di UKDW, tidak ada hal-hal yang menyimpang dari kebebasan akademik. Bahkan, selama 5 tahun saya terdaftar sebagai mahasiswa kampus ini, saya merasakan bahwa kampus UKDW “sangat Islami”. Kenapa saya bilang “sangat Islami”? Nilai-nilai keislaman yang selama ini diajarkan kepada saya diantaranya soal budi pekerti, akhlak, saya temukan di kampus ini. Saya merasa diperlakukan dengan sangat baik, sangat “memanusiakan manusia”. Sebagai minoritas saya tidak diperlakukan berbeda. Saya bisa beribadah dengan mudah karena disediakan. Saya bahkan ingat betul bagaimana abang cleaning service selalu mencarikan sandal jepit setiap saya mau wudlu. Itu hanya sebagian kecil contoh “keislaman” yang ada di kampus Kristen, UKDW. Yang lainnya masih banyak. Saya jadi ingat kata Gus Dur “toleransi itu bukan soal pemahaman, tapi pengalaman”. Dan saya mengalami itu.

Dalam hal ini, mungkin FUI membayangkan perguruan tinggi adalah lembaga dakwah, bukan lembaga pengetahuan. FUI dan siapapun yang sependapat dengan FUI seharusnya paham bahwa dalam perguruan tinggi, segala sesuatunya (maksud saya, objek kajian) harus diletakkan sebagai sebuah “sistem pengetahuan”, bukan “sistem keimanan”. Termasuk perguruan tinggi yang mengajarkan ilmu-ilmu agama.

Baca Juga  Problem Kebebasan Beragama di Jawa Tengah Dipetakan

Atas kejadian ini, saya kira aparat harus lebih tegas. Mana pihak yang harus dilindungi dan mana pihak yang harus ditindak, jangan sampai tertukar. Sudah cukup kita belajar atas aksi intoleransi yang berjalan puluhan tahun lamanya dan semakin marak akhir-akhir ini.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini