Syekh Jumadil Kubro, Pemberi Nama Semarang

[Semarang –elsaonline.com] Karena belum pernah dipentaskan, sejarah tentang lahirnya Kota Semarang menjadi salah satu perhatian Budayawan Kota Atlas itu, Djawahir Muhammad. Lebih dari 470 tahun sejak kota tersebut diberi nama Semarang, bagaimana teatrikal tentang pemberian namanya belum banyak dibahas.

“Padahal sudah ada sumber tulisan seperti karya Amen Budiman dan tulisan-tulisan lain yang sudah membahas tentang tersebut,” terang Djawahir kepada elsaonline.com, beberapa waktu lalu. Ia mencoba mendiskusikan lalu menulis skenario tentang pemberian nama Semarang.

Yang menarik, gagasan tentang pemberian nama Semarang ini kemudian menyebut nama Syekh Jumadil Kubro. “Ini kan jarang sekali dibahas. Saya mau desain pementasan semacam upacara pemberian nama Semarang oleh Syekh Jumadil Kubro atas pemberian pendiri kota, Ki Ageng Pandanaran,” Djawahir menjelaskan rencananya tersebut.

Djawahir, yang menulis banyak buku tentang Semarang itu meneruskan, seringkali banyak orang menganggap bahwa nama Semarang itu diberikan oleh Ki Ageng Pandanaran. Padahal berdasarkan penelusurannya terhadap karya Amen Budiman yang mengutip Serat Kandaning Ringgit Purwa, yang memberi nama Semarang itu Syekh Jumadil Kubro. “Sisi inilah yang ingin saya angkat,” kata Djawahir.

Meski begitu, bukan berarti sumber tersebut tidak harus dibaca secara kritis. “Ada pandangan yang menyebutkan bahwa masa hidup Syekh Jumadil Kubro dan Ki Ageng Pandanaran itu tidak satu masa. Jadi mungkin agak kurang masuk akal jika ada permintaan dari umaro kepada ulama untuk pemberian nama tersebut,” kata Djawahir.

Keterangan dalam Serat Kandaning Ringgit Purwo sendiri sebenarnya menunjukkan bahwa Ki Ageng Pandanaran dan Syekh Jumadil Kubro itu satu masa, pada tahun 1450-an atau abad 15. Amen Budiman menceritakan bahwa Syekh Jumadil Kubro berkunjung ke Padepokan Ki Ageng Pandanaran di Bukit Bergota dalam rangka mencari Bathara Katong yang pernah diutus oleh Raja Majapahit (Brawijaya V, red) tapi ia menghilang. Syekh Jumadil Kubro, selain menyiarkan agama Islam, ia menerima perintah dari Raja Majapahit tersebut. Disinilah kemudian terjadi dialog tersebut. [T-Kh/001]

Baca Juga  Gairah Berfikir; Dari PKM Hingga eLSA
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini