
[Jepara –elsaonline.com] Menurut KH. Hisyam Zamroni, Rais Syuriyah Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (NU) Karimunjawa, Jepara, selama penduduk Karimun Jawa mengikuti Islam ala NU maka Karimun Jawa akan tetap terjaga keramahannya karena di samping ajaran-ajaran yang menjadi tradisi NU mengedepankan prinsip tasamuh (toleran) dan tawazun (seimbang) juga akomodatif terhadap budaya setempat.
“NU yang sangat kuat dengan kulturalnya, dan asimilasi budaya masyarakat setempat, jadi tidak ada konflik. Kemudian kenapa di sini tidak terjadi konflik karena satu sama lain sudah melakukan asimilasi melalui pernikahan, Bugis menikah dengan jawa, dan seterusnya. Jadi sudah tidak ada kata-kata Bugis, Jawa, Madura, dan yang lainnya, yang ada sekarang adalah generasi Karimun Jawa, dan 99,9 persen semuanya ahlus sunnah wal jamaah dan NU,” papar Gus Zam, panggilan akrabnya.
Kini seiring dengan maraknya kelompok muslim intoleran, tokoh agama Islam di Karimun Jawa mengkhawatirkan keberadaannya menyusup ke Karimun Jawa dan mengusik keramahannya. Tapi sampai saat ini masyarakat muslim Karimun Jawa sudah mengenali identitas keislaman dirinya sehingga dapat membedakan ajaran agama yang mengajarkan keramahan terhadap sesama dengan ideologi-ideologi garis keras yang dikemas dalam bentuk agama. Dengan demikian umat Islam Karimun Jawa tetap menjaga kerukunan di tengah-tengah keragaman, hal ini dibuktikan ketika ada jama’ah khuruj (jaulah) masuk ke Karimun Jawa dan mengajak masyarakat setempat untuk mengikutinya masyarakat menolak. Demikian juga ketika Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) datang, masyarakat tidak terpengaruh oleh propagandanya.
Namun demikian kondisi umat Islam Karimun Jawa yang sudah dewasa dalam beragama ini bukan berarti menjadikan tokoh-tokoh agama Islam tidak memikirkannya. Bagi ulama tetap harus memikirkan masa depan umat Islam di Karimun Jawa, terutama dari gempuran ideologi asing. Menurut salah satu jajaran syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah, KH. A’wani, salah satu upaya untuk menjaga tradisi keislaman yang ramah di Karimun Jawa adalah dengan menggiatkan ziarah makam wali yang ada di Karimun Jawa. Di Karimun Jawa ada tiga makam wali, yaitu Syaikh Amir Hasan di Nyamplungan, Sayid Abdullah di Megonluwak Kemojan, dan di Karimun Jawa.
“Dalam tempat-tempat seperti ini (tempat wisata-red) perlu dihidupkan makam-makam wali. Di samping itu pendidikan di daerah sini juga pondasinya harus kuat. Sebab apa? Sebab kalo pendidikan agama itu berjalan maka dapat membekali orang yang hidup, orang yang hidup tidak mungkin tergoyahkan suasana sebagaimana ikan yang hidup di laut yang ikannya begitu asin, tapi ikan tidak ikut asin. Kenapa? Karena ikan hidup,” jelas Gus Zam.
Kalau orang sudah mau ziarah berarti itu orang NU karena selain NU tidak mau mengunjungi makam-makam. “Kalau makamnya dihidupkan maka kuatlah ahlus sunnah wal jama’ah karena yang mau ziarah ya orang NU, lainnya gak mau,” tuturnya dengan ramah.
Di samping itu pendidikan agama yang khas ahlus sunnah wal jama’ah juga perlu diperkuat. Anak-anak Karimun Jawa harus ada yang nyantri di Jawa untuk belajar kitab kuning. Guru-guru ngaji dan kyai-kyai di Jawa juga harus datang apabila diundang, dan yang terpenting di Karimun Jawa perlu didirikan pondok pesantren. Semua itu menurut KH. A’wani, Wakil Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah bertujuan untuk mengokohkan akidah ahlus sunnah wal jama’ah. Jika akidah sudah kuat maka berada di lingkungan seperti apapun tetap menjadi diri sendiri sebagaimana ikan di laut walaupun hidup di air yang sangat asin tapi tetap menjadi diri sendiri, rasanya tetap ikan tawar.
Bagi Mbah A’wani, demikian beliau akrab disapa, menjaga akidah masyarakat dari gempuran kelompok Islam puritan itu bukan dengan cara melakukan penyerangan fisik, tapi dengan cara memagari diri sendiri dari serangan ideologinya, yakni memperkuat akidah. KH. A’wani menganalogikan hal ini dengan perilaku kambing yang sering memakan tanaman. Untuk menyelamatkan tanaman bukan dengan cara memukul kambingnya, tapi dengan cara memagari tanamannya.
“Supaya aman kita harus mengantisipasi, kita harus memagari. Semisal kita punya tanaman biar tidak dirusak kambing maka kambingnya yang kita pukuli atau tanamannya yang kita pagari? Harus tanamannya yang kita pagari kan, bukan kambingnya yang kita pukuli. Jadi orang-orang kita yang perlu diberi akidah yang kuat, akidah ahlis sunnah wal jamaah,” tegasnya.
Pentingnya menghidupkan makam wali demi menjaga tradisi keislaman yang akomodatif terhadap budaya setempat juga disampaikan oleh Gus Zam. Menurutnya, jika makam-makam wali yang ada di Karimun Jawa dikelola dengan baik sebagaimana wisata alamnya maka Karimun Jawa akan menjadi tempat multi wisata, yaitu wisata alam dengan beragam panorama keindahan alamnya, wisata budaya dengan keragaman suku dan budayanya, dan wisata religi dengan mengunjungi makam-makam walinya. [elsa-ol/KA-@khoirulanwar_88]