Tokoh Lintas Agama Beri Dukungan GBI Tlogosari

Semarang-elsaonline.com Hampir dua puluh tahun, Gereja Baptis Indoensia (GBI) Tlogosari Semarang merayakan natal di rumah masing-masing. Alsannya adalah hambatan pendirian gereja yang mendapat penolakan dari warga sekitar. Gereja yang mulai didirikan sejak tahun 1998 itu sampai saat ini masih belum selesai pembangunannya, lantaran pada tahun 2019 mendapat penolakan kembali dari warga soal Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah ibadah.

“Sejak tahun 1998 kami sudah mulai mendirikan Mas, tapi ada beberapa warga yang menolak karena alasan IMB. Padahal IMB kami sudah selesai. Kemarin Bapak Walikota menawarkan tiga opsi, lewat jalur Pasum, PTUN atau sosial, dan kami memilih PTUN,” ujar Pendeta Wahyudi, Pendeta GBI Tlogosari.

Pendirian gereja yang ditargetkan selesai tahun ini mendapat dukungan moril dari rekan-rekan Gusdurian Semarang dan PELITA (Persaudaraan Lintas Agama). Juga dukungan dari berbagai tokoh agama. Acara tumpengan yang diselenggarakan di halaman GBI Tlogosari ini merupakan simbol dari kerukunan, toleransi dan perdamaian. Setyawan Budi, selaku Koordinator Pelita memberikan sambutan dalam acara tersebut.

“Tumpeng dan Pohon natal ini kami berikan kepada GBI Tlogosari sebagai bentuk simpati kami dan dukungan moril dalam perjuanganya mendirikan Gereja. Sesuai dengan isi dari tumpeng itu, menunjukan bahwa Indonesia ini terdiri dari berbagai macam agama dan kepercayaan yang harus diakui keberadaanya dan mendapatkan perlakuan yang sama,” tutur Wawan, panggilan akrabnya, Senin (23/12).

Koordinator Gusdurian Semarang, Ahmad Sajidin sangat prihatin atas kejadian penolakan GBI ini. Merayakan natal dan mendirikan rumah ibadah tidak boleh di larang. Itu adalah bentuk ekspresi beragama yang harus dirayakan bersama-sama.

“Kita harus saling menghormati dalam merajut keberagaman ini,” ucap lelaki yang kerap disapa Ajid.

Baca Juga  Kenalkan, Ini Surani; PNS Pertama dari Kalangan Penghayat Kepercayaan

Acara pemberian tumpeng dan pohon natal perdamaian dihadiri dari berbagai kalangan tokoh lintas agama dan pegiat perdamaian. Pendeta Wahyudi merasa bahagia atas dukungan dari berbagai kalangan. Ia berharap gereja dapat segera digunakan untuk beribadah.

“Terima kasih kepada Bapak Ibu dari Kristen, Islam, Hindu, Budha, Katholik dan Kepercayaan lainnya. Kami sangat bangga Bapak Ibu telah memperhatikan kami dalam mencapai cita-cita kami mendirikan rumah ibadah,” tutup Pendeta Wahyudi. [Sunandar/elsa-ol]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini