[Salatiga –elsaonline.com] Konsepsi tentang Tuhan manusia di abad 21 tak bisa disamakan dengan mereka yang hidup di abad pertengahan. Pemahaman bahwa Tuhan bersemayam di surga tidak bisa dipertahankan lagi. Interpretasi model ini mencerminkan “monarchic God,” Tuhan yang monarkis.
Prof John Titaley, Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga menyampaikan hal tersebut dalam diskusi dan launching buku “Nyantri Bersama John Titaley” di Joglo Sinode Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU), Salatiga, beberapa hari lalu.
Konsepsi Tuhan yang monarkis itu berimbas pada keharusannya untuk disembah dan manusia harus tunduk padanya. Padahal, tidak semua umat beragama memiliki konsepsi demikian. “Orang-orang Toraja itu tidak mengenal doktrin mengenari surga dan neraka. Jadi doktrin kita itu (Kristen, red) belum tentu benar,” tandas Guru Besar Ilmu Teologi tersebut.
Tuhan itu, terang Titaley harus dimaknai sebagai spirit yang hadir bersama-sama dengan kita. “Tuhan itu kasih, compassionate” ucap Titaley.
Doktrin keagamaan, kata Titaley, tidak bisa lepas dari konstruksi sosial. Semua ajaran agama memiliki latar belakangnya masing-masing. Jadi tidak serta merta turun dari langit. Maka dari itu, Titaley menekankan pentingnya membaca teks keagamaan secara kritis. Karena pesan agama itu kerap muncul di balik teks, bukan di teks itu sendiri. [elsa-ol/TKh-@tedikholiludin]