Harapan itu terlontar jelas dalam pelatihan jurnalisme warga di Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, akhir Mei lalu. Ada 40 pemuda desa tersebut yang ikut pelatihan menulis, yang merupakan kegiatan dari Program Pemberdayaan Ekonomi dari Lembaga Studi Sosial dan Agama Semarang.
Para pemuda diajak untuk berpartisipasi untuk membangun desa. Melalui tulisan, potensi desa yang berlimpah bisa diportet. Semua hal baik, bisa diungkapkan agar memberi inspirasi lain untuk ikut berpartisipasi membangun desa.
“Selama ini, desa diserahkan kepada Kades. Sekarang harus beda. Pemuda diajak untuk melihat dan berpartisipasi mengerjakan hal baik,” ujar aktivis Satu Nama, Juwanto, di sela membuka acara.
40 pemuda pun yang dilatih diasah kemampuannya untuk melihat potensi dalam beragam cara pandang. Perspektif baru perlu terus dimunculkan agar desa bisa terus berkembang.
“Pelatihan menulis juga bisa untuk mengawasi akuntabilitas desa,” kata pria dari Kabupaten Semarang ini.
“Melalui ini, saya harap ada tindaklanjut hingga nanti bisa membantu dan mengisi website desa, mebisi konten web desa. Karangrowo jadi ikon di Kudus,” kata dia. Ia pun memberi pekerjaan rumah agar para pemuda bisa mencari hal positif untuk ditulis.
Antusias
40 pemuda itu pun tampak antusias siang itu. Kepala Desa Karangrowo, Heri Darwanto mengingatkan agar balai desa bisa digunakan untuk hal positif, sebagai ruang komunikasi warga.
Kades juga mengajak agar para pemuda bisa ikut berpartisipasi pembangunan desa, sekaligus mengetahui (mengawasi) anggaran desa. Sejauh ini, Desa Karangrowo mendapat alokasi bantuan hingga Rp 2 Miliar. Dana bersumber dari Dana Desa Rp 718 juta, Alokasi Dana Desa (ADD) dari Kabupaten Kudus senilai Rp`1 Miliar, serta Pendapat Asli Desa. Semua pendapatan dikelola untuk membangun desa.
“Jadi, ini jadi kesempatan emas bagi Anda. Kami harap pelatihan ini bisa bermanfaat,” kata Heri.
Pelatihan pun akhirnya diisi oleh dua narasumber, yaitu Pemimpin Redaksi Koran Muria, Siti Meri dan Wartawan Tribun Jateng Zainal Arifin. Pada pemaparannya, Meri mengajak serta mengenalkan soal jurnalisme. Para pemuda juga diajak untuk berselancar memahami perkembangan teknologi informasi. Bagi dia, orang yang paham teknologi akan menguasai dan faham banyak hal.
“Media (online) bisa ditemui di tempat apa saja, termasuk hp-nya apa saja. Tren sekarang semuanya berubah menjadi online. Dulu ketika ada bencana di Aceh, sangat susah mengetahui informasi yang ada. baru sehari-dua hari baru ada informasi kesana. Namun semenjak itu, mulai ada foto dari warga, video juga yang bisa dimuat di media, itulah jurnalisme warga,” kata Meri.
“Ketika ada informasi banjir disini bagaimana cara memberitakan. Ada kecelakaan di depan balai desa, bagiamana cara memberitakannya. Itulah jurnalisme warga,” tutur dia.
Juru Tulis Website
Dia pun menjelaskan sekilas soal konsep dasar 5W+IH. Rumusan itu dimulai untuk menceritakan suatu peristiwa. Para pemuda juga bisa menjadi juru tulis di website desa dengan mempromosikan apa yang ada.
“Masalah eceng gondok di sungai itu bisa ditata, difoto ketika Sunset bisa membuat orang penasaran hingga mereka orang. Yang penting dalam jurnalisme warga ini hanya bermodal “semangat”, dan mau itu saja,” kata dia.
Zainal Arifin menjelaskan bagaimana cara menulis berita yang baik. Tidak lupa, ia juga melakukan praktek menulis berita. Dia menegaskan, berita itu fakta, bukan sebentuk opini. Berita harus menarik, sehingga beberapa unsurnya harus dilengkapi.
“Teori dasar itu 5w+1h. Dari facebook bisa menjadi berita. Setidaknya memenuhi unsur what (apa yang terjadi), who (siapa), where (di mana), when (kapan), why (mengapa), dan how (bagaimana),” kata Zainal.
Usai berita, ia menjelaskan bagaimana membuat esai. Menulis esai harus dimulai dari karangan. Esai merupakan karangan singkat berisi argumen pendapat mengenai topik. “Kalau anda bisa mengarang, pasti nanti bisa menulis esai, karena ini berupa pendapat yang ingin disampaikan di muka umum,” tambah dia.
Sejumlah peserta pun terlihat antusias mendengar ini. Setidakya lebih dari 5 orang yang secara interaktif bertanya soal bagaimana membuat berita, dan bagaimana meliput jika ada kejadian. Para pemuda pun mendapat pengalaman menulis karena pada sesi akhir mendapat pelatihan menulis, sehingga sekilas bisa mengetahui dasar penulisan. [elsa-ol/@Nazarnurdin/003]
This piece was a lifjeacket that saved me from drowning.