UU ITE Membahayakan Agama?

Nazar Nurdin (kiri) mempresentasikan 'UU ITE dan Kebebasan Berpendapat' dalam diskusi publik dengan tema "Problem Epistemologis Penodaan Agama" di Kantor eLSA, Jumat (9/9) malam. [Foto: Cahyono]
Nazar Nurdin (kiri) mempresentasikan ‘UU ITE dan Kebebasan Berpendapat’ dalam diskusi publik dengan tema “Problem Epistemologis Penodaan Agama” di Kantor eLSA, Jumat (9/9) malam. [Foto: Cahyono]
[Semarang, elsaonline.com] Peneliti dari Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang Khoirul Anwar menyampaikan, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) berpotensi memunculkan konflik baru atas nama agama. Hal demikian tidak lepas dari maraknya kasus penodaan agama yang marak terjadi belakangan ini.

“Kita bisa bayangkan seandainya ada orang Islam yang kebetulan hidup diantara orang-orang non-muslim menulis status di Facebook tentang ayat-ayat yang menyerukan untuk membunuh orang kafir, ini bisa saja orang non-muslim melaporkan kepada polisi dengan dalih menyerukan permusuhan di muka umum,” katanya di sela diskusi publik dengan tema ‘Problem Epistemologis Penodaan Agama’ di kantor eLSA, Jalan Sunan Ampel Blok V No 11 Perum Bukit Walisongo Permai Ngaliyan Semarang, Jumat (9/9) malam.

Menurutnya, konflik atas nama agama bisa saja muncul melaui penafsiran terhadap pasal dalam UU ITE, terutama unsur kesengajaan melakukan penodaan. Unsur tersebut dinilai subyektif.

“Sulit sekali kita mengatakan bahwa si A sengaja memicu permusuhan dan si B tidak sengaja,” ujarnya.
Hal ini dibenarkan oleh pembicara diskusi, Nazar Nurdin. Menurutnya, dari sekian banyak terdakwa yang dihukum karena UU ITE unsur kesengajaannya terkesan kabur.

“Sejauh ini terdakwa dijerat UU ITE karena banyaknya dorongan dari sekelompok orang, dan mengabaikan faktor kesengajaan atau tidak,” paparnya

Padahal, lanjutnya, pasal 28 UU ITE titik tekannya adalah ada atau tidaknya unsur kesengajaan dalam melakukan sebuah tindakan.

Hadir dalam diskusi ini Ketua Yayasan eLSA Tedi Kholiludin, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah Fuad Adi, dan puluhan aktivis lintas iman Kota Semarang. [elsa-ol/doz-@maestroidoz].

Baca Juga  “Family Factor”: Membaca Pikiran Eberstadt tentang Agama dan Keluarga
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Pasar Tradisional dan Masjid Emas sebagai Penanda Kawasan Muslim Quiapo, Manila Filipina

Oleh: Tedi Kholiludin Quiapo adalah sebuah distrik yang berada merupakan...

Beristirahat Sejenak di Kapernaum: Renungan Yohanes 2:12

Oleh: Tedi Kholiludin “Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama...

Dua Peneliti ELSA Presentasikan Hasil Risetnya di Pertemuan Jaringan Penelitian HIV Indonesia

Jaringan Penelitian HIV Indonesia (JPHIV-Ina) menggelar pertemuan jaringan...

Liquid Identity: Saat Identitas menjadi Sebuah Entitas Muas

Oleh: Muhamad Sidik Pramono (Mahasiswa Magister Sosiologi Agama Universitas...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini