Demikian ditegaskan Ketua Komunitas Lintas Agama dan Keyakinan Pantura (Tali Akrap), Moh Rosyid, dalam acara ‘Pelatihan Hak Dasar Warga Negara Bagi Penghayat Kepercayaan’ di Hotel Griptha Jalan AKBP R. Agil Kusumadya No 100 Kudus, Minggu (26/4). Acara tersebut diikuti sebanyak 25 orang baik tokoh, pemuda dan perempuan yang berasal dari Desa Larekrejo, Desa Kutuk dan Desa Karangrowo Kabupaten Kudus.
Dosen STAIN Kudus ini, menjelaskan, bahwa upaya warga Samin tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya dilaksanakan oleh Negara karena jumlah warga Samin minoritas. Belum lagi, menurut dia, antarkelompok Samin di Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati dan Kabupaten Blora tak memiliki jaringan kekompakan. “Imbasnya, ya bila menyuarakan aspirasi tidak diperhitungkan oleh penguasa karena belum memiliki visi bersama,” ujarnya.
Selain itu, dia menyatakan, karakter gerakan Samin sekarang terpolarisasi. Ada yang reaktif terhadap isu alam lalu ada juga yang hanya memikirkan karakter diri dan komunitasnya serta yang hanya menyuarakan pesan leluhur dalam pengakuan agama Adam. “Makanya, antar warga Samin ini perlu menyatu dalam paguyuban agar suaranya terdengar atau diperhitungkan,” bebernya.
Meskipun demikian, Rosyid menyarankan agar pengikut Sedulur Sikep ini untuk tidak jenuh-jenuhnya menginformasikan pada pemerintah terkait jatidiri agamanya. Hal ini, tambah dia, beragama dan melaksanakan ajarannya merupakan hak absolut warga negara. “Karena kebebasan beragama merupakan hak yang inalienable, inviolable dan non-derogable human rights,” pungkasnya. [elsa-ol/Munif-@MunifBams/001]