Anak Penganut Kelompok Agama Minoritas Sering Didiskriminasi

Temu Wicara Generasi Lintas Agama dan Penghayat Kepercayaan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015’  [Foto: Ceprudin]
Temu Wicara Generasi Lintas Agama dan Penghayat Kepercayaan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015’ [Foto: Ceprudin]
[Pekalongan –elsaonline.com] Berbagai pengalaman anak muda dan pandangannya dalam berinteraksi dengan penganut agama lain semuanya disampaikan dalam acara ‘Temu Wicara Generasi Lintas Agama dan Penghayat Kepercayaan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015’ yang diadakan oleh Badan Kesbangpol dan Linmas Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama Generasi Muda (FKUB GM) Provinsi Jawa Tengah di Hotel Marlin Kabupaten Pekalongan (18-19/5/15).

Dalam forum yang dihadiri 70 anak muda dari berbagai agama itu, masing-masing menceritakan pengalaman masa lalunya dalam memandang penganut agama lain. Salah satu pemeluk Hindu, Wibi Laksono, menuturkan bahwa dirinya sejak mengenyam pendidikan di sekolah dasar hingga sekolah menengah kerapkali menjadi bahan ejekan teman-temannya yang mayoritas beragama Islam. “Sejak dulu, bahkan sampai sekarang, saya sering diolok-olok teman, katanya saya kafir yang akan dimasukkan ke neraka. Saya anak orang tidak punya agama, sesat,” katanya.

Menyikapi berbagai cemoohan itu, Wibi mengambil sikap diam. Namun lama-kelamaan Wibi memilih untuk mengambil sikap dengan menjelaskan bahwa agamanya, Hindu, telah diakui oleh negara. “Saya diam saja tidak melawan, wong saya sendirian. Saya sakit hati, takut, tapi saya tetap yakin bahwa agama saya benar,” cetusnya.

Setali tiga uang dengan penganut Hindu, anak muda yang baru dua tahun memeluk agama Jawa-Jawata, Muhammad Hafidz, juga mengalami ketakutan yang sama. Sejak masuk ke agama barunya, dirinya merasa resah dengan sikap intoleransi masyarakat di sekitarnya. “Saya menganut penghayat baru dua tahun, tapi saya sampai sekarang kadang masih Jumatan, kadang juga puasa kalau bulan puasa, biar tidak dimusuhi teman-teman,” tuturnya.

Anak muda asal Kabupaten Batang itu menyatakan, bahwa dirinya sangat merindukan kebebasan dalam menjalankan agamanya. “Tapi, gimana yah, wong masyarakat di saya belum siap menerima penghayat, mereka sering menyesat-sesatkan,” tandasnya.

Baca Juga  Otoritas Keagamaan dan Asumsi-asumsi tentang Pergeserannya

Salah satu delegasi dari anak muda Hindu lainnya, Winarti, mengatakan bahwa dirinya juga merasakan hal yang sama sebagaimana yang dirasakan pemeluk agama minoritas lainnya.

“Saya Hindu. Saya punya teman muslim, lalu pindah ke agama Kristen. Setelah orangtuanya tahu bahwa anaknya telah pindah agama, teman saya diusir oleh orangtuanya yang menganut Islam. Jadi, bagi saya sebenarnya wacana toleransi di negri kita masih sebatas ucapan, tidak tercermin dalam pelaksanaan,” paparnya.

Melalui forum lintas agama, dara kelahiran 1993 itu ingin mengajak semua anak muda yang terlibat dalam dialog-dialog lintas agama supaya wacana toleransi harus menjadi bagian dari perilaku keseharian masyarakat, baik dalam berkeluarga maupun bernegara. “Agama kan terserah, urusan pribadi. Jadi apapun agamanya harus kita hormati,” tandasnya.

Beda dengan pengalaman anak muda penganut agama minoritas, Birrul Walidaini, muslimah asal Pemalang, menceritakan bahwa sejak kecil dirinya merasa aman dan nyaman dalam menganut agama yang dipeluknya (Islam). “Saya muslimah. Di desa saya Islam semua, NU mayoritas, dan Salafi minoritas. Saya punya teman Kristen waktu SMP. Saat natalan saya dan teman-teman Islam diundang ke rumahnya, di sana saya dan teman-teman bingung. Ini makanan halal nggak yah, jangan-jangan nanti ada babinya,” kenangnya.

Dalam pertemuan yang diselenggarakan selama dua hari itu, anak-anak muda lintas agama se-Karesidenan Pekalongan sepakat bahwa anak muda harus terlibat dalam dialog-dialog lintas agama demi merajut persaudaraan dan merawat keragaman agama yang menjadi salah satu kekhasan bangsa Indonesia. [elsa-ol/KA-@khoirulanwar_88/001]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Militansi di Level Mikro dan Tausiah Politik yang tak Berdampak

Oleh: Tedi Kholiludin Ada dua catatan yang menarik untuk dicermati...

Pasar Tradisional dan Masjid Emas sebagai Penanda Kawasan Muslim Quiapo, Manila Filipina

Oleh: Tedi Kholiludin Quiapo adalah sebuah distrik yang berada merupakan...

Beristirahat Sejenak di Kapernaum: Renungan Yohanes 2:12

Oleh: Tedi Kholiludin “Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama...

Dua Peneliti ELSA Presentasikan Hasil Risetnya di Pertemuan Jaringan Penelitian HIV Indonesia

Jaringan Penelitian HIV Indonesia (JPHIV-Ina) menggelar pertemuan jaringan...
Artikel sebelumnya
Artikel berikutnya

1 KOMENTAR

  1. Mayoritas bangsa Indonesia itu pendidikannya sangat rendah alias bodoh.Karena itu juga maka mayoritas bangsa Indoneia itu beragama Islam.Ada yg menyangkal?!

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini